MEDAN - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatera Utara tak menolak pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), selama ini lembaganya sangat fokus dengan energi baru terbarukan. Walhi menolak jika pembangunannya mempengaruhi perubahan iklim. Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Walhi Sumut, Dana Tarigan saat menjawab sejumlah isu yang menyatakan Walhi Sumut menolak pembangunan PLTA Batangtoru di Kantor Walhi Sumut, Jalan Bunga Wijaya, Senin (8/4).

"Perlu diluruskan Walhi itu bukan menolak dan kita itu fokusnya energi baru terbarukan, yang kita lawan itu pembangkit listrik fosil karena sangat mempengaruhi perubahan iklim. Terkait di Batangtoru, dari Tarutung sampai Tapsel ada beberapa PLTA skala kecil kita tidak pernah ributi, malah kita dukung," katanya.

Saat disinggung tentang adanya kampanye penyelamatan Orangutan Tapanuli di Batangtoru, kerjasama Walhi Sumut dengan lembaga seperti Yayasan Ekosistem Lestari (YEL) yang fokus soal Orangutan, Dana membantah, kerjasama secara langsung tidak ada.

Disebutkan Dana, Walhi pada dasarnya tidak fokus kepada soal Orangutan melainkan pada lingkungan.

"Malah yang konsen itu seperti YEL, kalau Walhi itu soal ekosistem nya. Namun, entah kenapa seolah-olah selama ini Walhi konsennya soal Orangutan Tapanuli. Padahal soal masalah PLTA Batangtoru berkapasitas 4 x 127,5 MW ini, dan terkait keberadaan Orangutan itu adalah poin terakhirnya. Tapi mungkin karena itu yang seksi ya isunya," pungkas Dana.

“YEL itu sendiri bila dicek di portal-portal berita, melalui Sofyan Tan sudah menyatakan dukungan ke pembangunan PLTA Batangtoru, " tambahnya.

Lebih lanjut, dia mengakui, telah mendatangkan saksi ahli dari Belanda, peneliti Primata, Serge Wich tentang keberedaan orangutan Tapanuli di Batangtoru. Hasilnya, dari pembangunan PLTA Batangtoru berdampak pada distribusinya Orangutan Tapanuli di Cagar Alam Sibualbuali ke populasi di Blok Barat dan Blok Timur.

"Jadi dari keterangan saksi ahli yang kita datangkan dari Belanda, peneliti primata, Serge Wich, kita membahas soal pembangunan infrastruktur PLTA mulai dari jalan dan Sutet itu akan memfragmentasi Orangutan, akhirnya akan terus-terusan terjadi perkawinan sedarah yang akan membahayakan," ungkapnya.

Keberadaan orangutan di Batang Toru dinilai tetap aman dari aktivitas pembangunan PLTA yang ada di wilayah Tapanuli Selatan tersebut.

“Mereka (orangutan) berinteraksi dengan masyarakat di Tapanuli Selatan. Mereka semua berhubungan dengan orangutan secara baik,” kata Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK Wiratno dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis (4/4).

Meski demikian, dirinya mengakui bahwa pihaknya belum mengekspos data di lapangan.

“Namun, itu sudah lengkap. Kami masih terus melakukan monitoring sampai sekarang,” kata Wiratno.