JAKARTA - Belasan orang yang merupakan korban dugaan penipuan penukaran mata uang asing money changer Keraton Valutama, mendatangi Polda Metro Jaya, Senin (8/4/2019).

Kedatangan mereka guna mendorong kepolisian mempercepat proses tindak lanjut laporannya.

"Kami ingin agar laporan kami sesegera mungkin ditindaklanjuti," ujar salah satu korban, Ardyanto Hendrajaya kepada wartawan.

Permintaan ini mereka sampaikan karena ada kekhawatiran jika laporan terhadap pemilik Keraton Valutama, Randhy Herriyanto Putra, mengendap.

Para korban merasa penindakan penegak hukum berjalan lamban. Kasus ini sendiri dilaporkan di dua tempat, pertama di Polres Metro Jakarta Pusat, kemudian di Polda Metro Jaya.

"Dilaporkan ke Polres Jakarta Pusat pada 30 Maret 2019, sempat dijanjikan akan dipanggil untuk di-BAP pada 5 Maret namun tidak jadi. Alasannya mereka sedang pindahan ke Kemayoran," tutur Ardyanto.

Di waktu yang sama, laporan juga dibuat di Polda Metro Jaya. Sejumlah barang bukti seperti tanda terima uang dan bukti transfer, dilampirkan. Pelapor sempat dijanjikan akan dipanggil untuk diperiksa oleh pihak berwenang, pada 7-14 hari usai laporan.

Menurut Indriyani, korban lainnya, permasalahan ini bermula dari transaksi penukaran mata uang asing di toko yang berlokasi di Mall Ambassador, Kuningan, Jakarta Pusat itu. Untuk Indriyani, ia menukar mata uang Korea Selatan Won, sebanyak Rp 16 juta.

Pelaku yang setuju, meminta uang diserahkan terlebih dahulu. "Alasannya dia bilang 'Kalau mau tukar ya harus ada uangnya dulu'. Saya ikuti. Itu peristiwa terjadi sekitar 26-27 Maret 2019," jelasnya.

Indriyani sempat kembali berkomunikasi dengan terlapor via WhatsApp, untuk menanyakan uang yang ditukar. Randhy menjawab dengan mengatakan jika uang hasil penukaran tengah dikumpulkan. Setelah itu, korban tak bisa berkomunikasi dengan terlapor, sehingga berinisiatif mendatangi toko.

"Ketika saya datang ke situ ternyata sudah banyak orang lainnya yang mencari kejelasan atas uang yang juga mereka tukar. Menurut pemilik toko di sekitar lokasi, terlapor masih ada ketika siang, namun sorenya tak ada dan tokonya tutup," kata dia.

Para korban sempat memburu Randhy ke kediamannya, dan bertemu dengan nenek terlapor namun tak mendapat informasi berarti, seperti keberadaan pria tersebut. Bahkan, keluarga tak mengetahui bisnis yang digeluti terlapor.

"Awalnya kami lancar-lancar saja tukar uang di situ. Namun akhir Maret baru bermasalah. Dia buka money changer sudah dari 2013," bebernya.

Sejauh ini diketahui sudah 66 orang yang mengaku menjadi korban, yang kini tergabung dalam grup WhatsApp khusus. Total Rp 7 miliar uang yang disinyalir disikat terlapor. Dari 66 korban, 33 orang telah memberikan kuasanya untuk membuat laporan ke polisi, dengan total kerugian Rp 1,3 miliar. Adapun Ardyanto, merupakan salah seorang korban dengan kerugian paling besar yakni sekitar Rp 992 juta.

"Ada yang sampai Rp 1,1 miliar, dan dia sampai dipikir menipu sama bosnya. Karena yang ditukar itu uang perusahaan. Lalu ada Ibu Wan Yung yang tukar dolar Singapura senilai Rp 80 juta, yang rencananya untuk berobat penyakit jantung," tandas Indriyani.***