JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) diserang isu netralitas terkait dengan sistem IT-nya. Isu yang disebut bagian dari hoax ini, diduga memiliki motivasi khusus.

"Punya motivasi yang lain dia (pelaku, red)" ujar Ketua KPU RI, Arief Budiman di Jakarta, Sabtu (06/05/2019).

Makanya, lanjut Arief, persolan-persoalan hoax ini harus menjadi tugas bersama para pihak, "untuk terus menginformasikan regulasi pemilu kita seperti apa sebenarnya,".

Seperti diketahui, melalui sebuah video yang beredar daring, sistem IT KPU telah dituding memihak salah satu Paslon dalam Pilpres 2019. KPU pun, telah melaporkan ihwal tudingan tersebut ke Bareskrim Polri pada Kamis (04/04/2019).

Sebagai fakta sosial, munculnya tudingan-tudingan semacam ini nampak kontra dengan upaya KPU RI yang mengaku sudah berkali-berkali menyampaikan kepada publik bahwa rekap suara dalam desain pemilu Indonesia kali ini, dilakukan secara manual.

"Yang formal itu (perhitungan manual, red)-yang resmi-yang akan menjadi dokumen resmi penetapan hasil pemilu," kata Arief.

Adapun penggunaan teknologi IT, Arief menjelaskan, untuk mempercepat proses penyebaran informasi kepada masyarakat dan justru sebagai sistem kontrol, baik untuk penyelenggara pemilu maupun peserta pemilu.

"Kalau ada pasukan saya di bawah yang nakal, saya akan sampaikan ke mereka 'eh kamu jangan nakal-nakal! Sudah dipublikasikan datanya seperti ini, di tingkat TPS seperti ini, di tingkat Kecamatan seperti ini, dst'" ujar Arief.

Sistem IT KPU, lanjut Arief, bisa menjadi bahan pertimbangan bagi pembuat kebijakan. "Misalnya keamanan. Bagaimana harus menyikapi kalau selisihnya itu kecil sekali di semua daerah? Bagaimana harus menyikapi kalau yang A menang, yang B kalah di sebuah daerah?".

Arief pun memastikan bahwa sistem IT KPU cukup kuat, termasuk untuk menangkal upaya-upaya pencurian suara.

"Nggak, nggak bisa suaranya dicuri. Saya ingin ingatkan ya, dengan mekanisme yang dibangun oleh KPU sekarang, kalau ada yang nyuri akan ketahuan," tegas Arief. ***