MEDAN-Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Sumatera Utara mendesak  kepolisian serius dan profesional mengusut tuntas kekerasan yang dialami wartawan senior, sekaligus Pimpinan Redaksi (Pimpred) di harian Posmetro Medan, Budi Hariadi (38).

Kordinator KontraS Sumatera Utara Amin Multazam Lubis mengatakan, apalagi dalam kasus ini korban sangat jelas mengetahui siapa terduga pelaku kekerasan terhadap dirinya. Menurutnya, di sini kepolisian diuji apakah bisa bertindak secara profesional dan transparan untuk secepatnya mengungkap kasus kekerasan ini.

"Nah, jangan sampai ketika kepolisan tidak mengusut kasus ini secara tuntas, akan menimbulkan asumsi-asumsi lain yang menyebabkan berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap pihak kepolisian," sebut Amin ketika diwawancarai wartawan di kantor KontraS, Kamis (4/4/2019) malam.

  "Apalagi motif awal dalam kasus ini adalah persoalan penghalangan liputan dan ada case-case yang sifatnya diduga ada lokasi-lokasi perjudian. Nah jangan sampai ketika kasus ini tidak diungkap secara tuntas, timbul asumsi-asumsi lain yang menganggam polisi melakukan pembekapan terhadap oknum-oknum tertentu," tambahnya.

Selain itu, sambung Amin, kasus ini terkait juga soal jurnalis belum mendapatkan perlindungan hukum yang memadai dalam menjalankan tugas di lapangan. Artinya, potensi kekerasan yang dialami jurnalis masih sangat tinggi saat meliput hal-hal yang sipatnya cukup sensitif.

"Saya kira ini menjadi PR kita bersama bagaimana membangun perlindungan untuk jurnalis dalam melakukan kerja-kerjanya," ujar alumni Fakultas Antropologi USU itu.

  Ketika disinggung terkait pelaku kekerasan yang diperkirakan sebanyak delapan orang itu diduga oknum aparat dan mereka sempat mengancam akan membunuh korban beserta keluarganya, mantan Ketua Umum Komisariat HMI Fisip USU itu menjelaskan, semua fakta-fakta yang disampaikan oleh korban itu bisa dijawab oleh kepolisian. Kuncinya sekarang bagaimana kepolisian mampu untuk menungkap kasus ini secara terang benderang. Baik itu dari sisi pengancamannya, siapa pelakunya, apakah itu ada diduga oknum aparat dari TNI.

Lanjut Amin, kuncinya adalah pihak kepolisian. Apalagi lokasi (TKP) dan siapa-siapa orang di dalamnya korban mengetahui dengan jelas. Bukan orang yang tidak dikenal.

Sebenarnya kepolisian punya begitu banyak akses untuk bisa mengusut kasus ini secara tuntas. KontraS juga tidak ingin berspekulasi siapa pelakunya, apakah memang TNI atau tidak. Kepolisian-lah yang paling berhak untuk menentukannya itu siapa.

"Tapi dari fakta-fakta yang ada di lapangan, saya kira kasus ini bukanlah kasus yang sangat sulit untuk diungkap, karena pelakunya terang benderang siapa, korban pada hari terakhir itu sedang meliput apa, tempatnya di mana, motifnya apa, objek yang akan diliput korban apa, siapa pengusahanya kan jelas semuanya. Jadi, saya kira ini persoalannya bukan bisa atau tidak bisa, tapi mau tidak mau kepolisian untuk mengungkapnya," tegasnya.

    "Selain mengungkap kasus ini secara tuntas, polisi juga harus memberikan perlindungan kepada korban dan keluarganya. Alasannya, sampai saat ini mereka masih dalam posisi yang terancam, karena adanya intimidasi dan ancaman yang sempat diucapkan kepada korban. Jadi tugas polisi selain mengungkap kasus ini, saya kira bagaimana memberikan perlindungan terhadap korban dan keluarganya," pungkasnya.

   Diberitakan sebelumnya, kekerasan dan pengancaman akan dibunuh yang dialami Budi Hariadi (38) terjadi di lokasi diduga tempat judi tembak ikan di Komplek Brayan Trade Center, Desa Helvetia, Kecamatan Labuhan Deli, pada Kamis (28/3) sekira pukul 14.00 WIB. Di sana, Pimpinan Redaksi (Pimred) harian POSMETRO MEDAN, ini dianiaya Ationg yang diduga pengelola judi tembak ikan dan delapan lelaki berbadan tegap berambut cepak diduga pengawas di lokasi tersebut.

Ationg Cs tidak senang dengan kedatangan Budi yang hendak mengkonfirmasi terkait informasi yang beredar bahwa lokasi Ationg merupakan tempat perjudian. Apalagi saat Budi melakukan tugasnya sebagai jurnalis yaitu mengabadikan foto lokasi diketahui Ationg Cs. Mereka menyeret Budi yang sudah berjalan hendak ke luar lokasi kembali ke belakang lokasi. Disitu Budi langsung dihajar dengan brutal oleh Ationg Cs.

"Telepon genggam aku diambil oleh pria berbadan tegap dan cepak itu, disaat itu lah si Ationg mulai memukuli aku. Melihat tindakan Ationg yang lain ikut memukul, aku dihajar dengan brutal. Dari menggunakan tangan, bangku, gelas dan sampai dipijak-pijak mereka. Sangkin brutalnya mereka memukuli aku, ibu yang jaga kantin sampai menjerit karena gak tega melihat aku dipukuli mereka," kata Budi, Kamis (28/3/2019) malam.

Setelah puas menghajar korban, telepon genggam korban yang sudah dicelup ke dalam air dikembalikan. Selanjutnya para pelaku menyuruh korban pulang. "Pas aku pulang, mereka sempat mengatakan, jangan takut telepon genggam kau rusak, nanti bisa diganti," ujar Budi menirukan perkataan para pelaku.

Tak terima dengan perlakuan para pelaku kepada dirinya, Budi melaporkan kejadian yang menimpanya ke Polsek Medan Labuhan. Laporan Budi diterima dengan Nomor LP/198/III/SU/2019/PEL-BELAWAN/SEK-MEDAN LABUHAN.*