JAKARTA - Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengungkapkan ada hal yang sulit didebat oleh pemerintah dan sulit dijawab pendukung petahana adalah satu pertanyaan mendasar, tentang apakah calon presiden (Joko Widodo atau Jokowi) ini mengerti skala dari isu negara ini, mulai dari Pancasila hingga konstitusi bangsa ini.

Ini saya ulang berkali-kali, karena ini lah persoalannya. Kita ini tidak boleh hafal ini soal apa itu yang sebut oleh negara, kita boleh baru menghafal apa itu Pancasila, atau konstitusi maupun perdebatan-perdebatan dalam membentuk konstitusi. Apalagi pada level presiden," kata Fahri Hamzah dihubungi wartawan, Senin (1/4/2019).

Presiden, menurut Fahri, tidak boleh baru pemahamannya tentang konsepsi-konsepsi dasar (tidak saja sejarah bangsa Indonesia, tetapi bahkan juga demograsi, geografi dunia, peta geopolitik dan sebagainya), itu tidak boleh baru saja dibisikin atau diberitahu.

"Persoalaan ini semestinya sudah harus menjadi pembacaan intelektual yang serius dari awal. Jika ada seorang presiden yang kelihatannya nampak baik, dianggap sabar, sederhana dan sebagainya itu dipilih oleh elite diologarki, karena elite ini yang berbahaya," sebut inisiator Gerakan Arah Baru Indonesia (GARBI) itu.

Karena itu, Fahri sependapat dengan capres nomor urut 02, Prabowo Subianto saat debat keempat kemarin, berulang-ulang mengingatkan rivalnya -dalam hal ini Jokowi- soal inner circle atau orang sekelililingnya.

"Itu karena kalau pemimpin otaknya kosong, semua ini dikerjakan orang, bisikan dan agenda mereka yang membisiki. Lebih-lebih dia adalah kuda troyah bagi orang lain, yang dia sebenarnya nggak paham apa-apa," sebut Anggota DPR dari dapil Nusa Tenggara Barat (NTB) itu.

Tapi kalau ada pemimpin yang berani marah, tegas, determinatif dan punya sikap, Fahri bilang, itu jangan dilihat pribadinya emosional. Tapi artinya orang itu demi membela rakyat, tidak bisa diintervensi dan tidak bisa sembarang orang penjilat datang ke dia.

"Apalagi, kalau orangnya punya background yang tidak minder dengan harta, tidak minder pergaulan internasional, juga pergaulan elite, maka dia punya determinasi untuk mengatakan 'bangsa maunya begini, rakyat maunya begini'. Bukan hanya menunggu dari oligarki-oligarki sekitarnya," ucap Fahri.***