PALAS-Sebanyak 200 Kepala Keluarga (KK) yang berada di Tran Swakarya Desa Ujung Batu V, Kecamatan Hutaraja Tinggi ,Kabupaten Padang Lawas (Palas) menuntut agar lahan  mereka yang dikuasai  Perusahaan PT Viktorindo Alam Lestari (VAL)  dikembalikan kemasyarakat.

  Hal itu diungkapkan Sarianto, (57) yang  menempati Tran Swakarya di lokasi Desa Ujung Batu ,Rabu (27/3/2019).

Sarianto menceritakan bahwa dirinya bersama warga lainnya yang berjumlah 200 KK,dari Ujung Batu 1dan 5 pada  tahun 1992  ditempatkan di lokasi Tran Swakarya.

"Waktu itu kami mendapat lahan kaplingan seluas kurang lebih 2 hektar ditambah dengan pertapaan rumah,” ucapnya mencerita sejarah awal mereka dilokasi Tran Swakarya.

Dikisahkan Sarianto, pada masa itu pihaknya hidup dengan bercocok tanam,ebahagian ada  yang menanam padi,jagung dan  menanam tanaman karet.

Namun di tahun 1994 perusahaan PT VAL datang dan menawarkan pola bapak angkat. Tanaman palawija diganti dengan tanaman kelapa sawit.

“Bahkan waktu itu kami diberi janji kalau mau dikelola lahan Tran Swakarya dengan pola bapak angkat akan dikembalikan lahan kami yang dulunya dua hektar menjadi tiga hektar,”ungkap Sarianto lagi. Tapi ternyata hal itu menjadi awal peristiwa buruk.

"Hingga kini hampir 25 tahun tidak pernah mendapatkan apapun yang dijanjikan oleh pihak perusahaan PT VAL. Alasan Perusahaan  kami tidak punya hak untuk menuntut sebab kami tidak punya bukti alas hak lahan. Sehingga perusahaan mengklaim bahwa kami tidak pernah memiliki lahan lokasi Tran swakarsa," urai Sarianto mencerita.

“Kami merasa tertipu dan tertindas dari perusahaan PT VAL yang dengan alasan alas hak lahan tanah kami dahulu dirampas begitu saja,”ucap Sarianto sambil meneteskan air mata.

Menurutnya, mereka hanya memiliki lahan pertapakan bersertifikat. Sedangkan lahan kaplingan yang 2 hektar tidak memiliki surat.

“Hanya Allah yang tahu bahwa kami dulu memang memiliki lahan tersebut secara sah,” jelas Sarianto dengan mata berkaca -kaca.

"Kini kami hidup serba terlunta lunta. Untuk memenuhi kebutuhan keluarga selama 25 tahun harus kerja upahan," ungkap Sarianto kesal.

“Kami hanya menyaksikan hasil lahan kaplingan untuk mereka yang memiliki kekuasaan dan yang pintar saja,” tambah Sarianto memelas. "Tidak tahu harus kemana untuk mengadu. Pemerintah daerah Padang Lawas, provinsi Sumatera Utara bahkan ke Pemerintah Pusat pun kami sudah mengadukan permasalahan ini. Namun hingga kini belum ada satupun yang memiliki gambaran untuk membela kami,” tandasnya.*