MEDAN-Pembangunan pembangkit listrik berbasis energi bersih terbarukan sangat dibutuhkan rakyat di Sumatera Utara (Sumut). Ini berarti penolakan yang dilakukan sejumlah LSM bertentangan dengan kebutuhan rakyat.

Dikatakan Anggota DPR Komisi IV Darori Wonodipuro yang lebih dari 12 tahun bertugas di Sumut menyatakan provinsi itu, khususnya di wilayah Pantai Barat memang sangat membutuhkan pasokan listrik.

"Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing, Nias, Sibolga, Padang Lawas, itu masih kurang pasokan listriknya. Sumatera Utara kan luas,” kata dia, Selasa (19/2/2019).

Untuk itu lanjut dia, pengembangan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) di Batang Toru, yang merupakan pembangkit listrik berbasis energi bersih dan terbarukan seharusnya didukung. Dia menyayangkan, jika ada LSM yang menolak mentah-mentah tanpa membuka ruang untuk saling memahami dengan pengembang PLTA maupun pemerintah.

Menurut Darori, solusi untuk setiap persoalan bisa dicari. Soal orangutan, misalnya, pengembang PLTA bisa melakukan mitigasi agar orangutan tidak terganggu dan tetap bisa hidup berdampingan.

  “Di sana (Batang Toru) kan luas. Sementara lahan yang dipakai untuk pembangunan PLTA kan tidak seberapa,” katanya.

Darori juga meyakini, keberadaan PLTA bisa mendukung pelestarian hutan di bentang alam Batang Toru. Pasalnya, PLTA membutuhkan pasokan air secara berkesinambungan yang berarti membutuhkan keberadaan hutan sebagai wilayah tangkapan air.

Soal LSM yang garang melakukan penolakan, menurut Darori, dimungkinkan karena ada ‘udang di balik batu’. Dia menceritakan ada salah satu LSM yang gencar menolak produk dari salah satu perusahan. Belakangan, LSM itu melunak dan ternyata telah berkongsi dengan perusahaan yang diserangnya.

"Kalau sudah dapet maunya, diam mereka,” kata Darori.

Pembangunan PLTA Batang Toru termasuk Infrastruktur Strategis Ketenagalistrikan Nasional PLTA itu berteknologi canggih yang didesain irit lahan dengan hanya memanfaatkan badan sungai seluas 24 Hektare (Ha) dan lahan tambahan di lereng yang sangat curam seluas 66 Ha sebagai kolam harian untuk menampung air.

Meski sangat mendesak, namun pembangunan PLTA Batang Toru saat ini mendapat tentangan dari sejumlah LSM, seperti Walhi dan Paneco.

Sebelumnya, Ketua Komisi VII DPR Gus Irawan Pasaribu meminta agar kampanye menyesatkan sebagian aktivis lingkungan dan ilmuwan asing soal PLTA Batang Boru untuk dihentikan agar masyarakat tidak mendapat informasi yang salah.

Menurut dia, keberadaan PLTA Batang Toru sangat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan listrik di Sumatera Utara. Surplus listrik saat ini, katanya, bersifat sementara karena bersumber dari Marine Vessel Power Plant (MVPP), sebuah kapal pembangkit listrik yang disewa dari Turki hingga tahun 2022. Listrik yang dihasilkan dari kapal itu pun tidak bersih karena memanfaatkan bahan bakar berbasis fosil.

Berbeda dengan PLTA Batang Toru yang memanfaatkan energi bersih dan terbarukan.

“Jadi PLTA Batangtoru ini memang proyek paling strategis karena menggunakan tenaga air, paling ramah lingkungan,” tegasnya.

Dia menyatakan, pengembangan PLTA Batang Toru berarti akan menghemat uang negara 350 juta-400 juta dolar AS untuk belanja bahan bakar minyak yang saat ini dugunakan untuk pengadaan listrik. Sebagai pembangkit energi bersih, PLTA Batang Toru juga akan ikut berkontribusi bagi keinginan Indonesia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 1,6 juta ton setara karbon.*