MEDAN-Sekretaris Lembaga Advokasi Perlindungan Konsumen (LAPK) Padian Adi S Siregar menanggapi Permenkes Nomor 51 Tahun 2018, peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) akan dikenakan urun biaya saat berobat ke rumah sakit dan klinik   utama, baik rawat jalan maupun rawat inap. Dimana hal ini dilakukan untuk menekan potensi penyalahgunaan pelayanan yang ada di fasilitas kesehatan.

Faktanya kebijakan ini malah menjadi sangat tidak pro-rakyat. Sebab menurutnya, pemerintah seharusnya hadir untuk menjaga kesehatan masyarakatnya tanpa syarat, termasuk membebankan biaya tambahan kepada peserta BPJS Kesehatan.

"Padahal peserta sudah melakukan investasi jaminan kesehatan dengan iuran perbulan yang dibayarkan ke BPJS Kesehatan. Jadi, pertanyaannya iuran peserta selama ini hilang kemana?, mengapa peserta disuruh membayar lagi. Tentu pemerintah tidak adil dan masyarakat dirugikan," katanya, Jumat (18/1/2019).

Padian menjelaskan, apabila penyakit tertentu tidak lagi menjadi tanggungan BPJS Kesehatan, kemudian ditambah lagi dengan iurun biaya pengobatan, maka BPJS Kesehatan tentu tidak lagi memberikan kemanfaatan bagi rakyat.

"Sehingga negara terkesan secara sengaja telah alpa dalam memberikan jaminan kesehatan bagi rakyat, sekaligus membebani rakyat dengan biaya yang tidak jelas secara regulasi bahkan melanggar konstitusi," jelasnya.

Karenanya, sambung dia, kebijakan pemerintah terkait urun biaya pengobatan ini harus benar-benar dilakukan kajian yang komprehensif sebelum menerapkannya. Hal ini agar peserta BPJS Kesehatan justru tidak dirugikan atas kebijakan tersebut.

"Ya benar, menjadi penting harus disosialisasikan terlebih dahulu agar peserta BPJS tidak melakukan protes kepada fasilitas kesehatan. Selain itu, sosialisasi dilakukan agar tidak menimbulkan kegaduhan yang berakibat mengurangi ketidakpercayaan masyarakat pada pemerintah," pungkasnya.

Sebelumnya, Kepala Humas BPJS Kesehatan M Iqbal Anas Ma’ruf menerangkan, ketentuan urun biaya itu diberlakukan bagi jenis pelayanan kesehatan yang dianggap dapat menimbulkan penyalahgunaan. Akan tetapi, saat ini, kata dia, urun biaya memang belum diberlakukan, karena masih dalam proses pembahasan terkait pelayanan apa saja yang akan dikenakan.

Iqbal memaparkan, adapun aturan besaran urun biaya tersebut berbeda antara rawat jalan dengan rawat inap. Untuk rawat jalan, besarannya Rp 20.000 untuk setiap kali kunjungan rawat jalan di RS kelas A dan RS kelas B, Rp 10.000 untuk setiap kali kunjungan rawat jalan di RS kelas C, RS kelas D, dan klinik utama, serta paling tinggi Rp 350.000 untuk paling banyak 20 kali kunjungan dalam waktu 3 bulan.

Sedangkan untuk rawat inap, lanjutnya, besaran urun biayanya adalah 10% dari biaya pelayanan, dihitung dari total tarif INA CBG’s setiap kali melakukan rawat inap, atau paling tinggi Rp 30 juta. Selanjutnya, BPJS Kesehatan akan membayar klaim RS dikurangi besaran urun biaya tersebut. Urun biaya dibayarkan oleh peserta kepada fasilitas kesehatan setelah pelayanan kesehatan diberikan.

"Ketentuan urun biaya ini tidak berlaku bagi peserta JKN-KIS dari segmen Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah," pungkasnya.*