MEDAN - Sejak diluncurkannya aplikasi mobile Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang bisa di download di smart seluler cukup memudahkan peserta dalam melihat perkembangan status aktifnya kartu peserta. Bahkan juga bisa melihat diagnosa penyakit peserta sebelumnya dan cukup fleksibel.

Hal ini tentunya sangat memberi kemudahan pada peserta BPJS Kesehatan, seperti yang dikatakan Siti Amelia, warga Jermal XIV No 3 Medan Denai pada GoSumut.com, Rabu (12/12/2018).

Menurut ibu dua anak kelahiran Tanjungpura, 8 Mei 1981 ini, aplikasi mobile JKN sangat membantunya dalam memeriksa layanan yang tersedia di aplikasi tersebut seperti melihat status aktif tidaknya ia dalam peserta JKN ini.

“Tak hanya membantu melihat status aktif dan jumlah premi yang harus dibayarkan juga namun aku juga bisa melihat diagnosa penyakit sebelumnya. Jadi, obat apa saja yang diberikan faskes tingkat 1, dapat dilihat dari aplikasi ini. Bahkan waktu kunjung terakhir juga bisa tahu cukup dalam satu genggaman,” kata wanita yang sehari-harinya sebagai pekerja lepas di salah satu perusahaan di Medan.

Lia sapaan akrabnya bercerita awal mulanya mendaftar JKN atau BPJS Kesehatan secara mandiri melalui internet online. Karena perusahaan tempat bekerja pada saat itu hanya bergabung dengan Jamsostek yang kini dikenal dengan BPJS Ketenagakerjaan.

Selain untuk kesehatan mendaftar secara mandiri pada Februari 2014 lalu dikarenakan ingin mencoba sistem online yang diterapkan pada saat itu. Yakni sebulan pasca berlakunya BPJS Kesehatan.

"Meski salah data, memasukkan namaku sendiri sebagai kepala keluarga, harusnya suami kan, namun tak sampai 24 jam setelah membayar premi pertama untuk kelas 2, aku langsung jadi peserta,” kenangnya.

Ternyata dari coba-coba tersebut banyak manfaat yang Lia terima. Apa lagi hingga Desember 2015 perusahaan tempatnya bekerja baru mendaftarkan karyawannya ke BPJS Kesehatan. Padahal saat itu Lia harus melahirkan secara sesar dan suami hanya pekerja lepas.

Saat itu ketentuan perusahaan tempatnya bekerja, hanya istri karyawan laki - laki yang ditanggung biaya melahirkan. Bayangkan berapa biaya yang harus Lia keluarkan jika tidak bergabung BPJS Kesehatan.

  “Terlebih sebelum melahirkan, aku harus jalani rawat inap hingga berkali kali karena mengalami vertigo. Syukur Alhamdulillah ada BPJS Kesehatan,” ucap ibu dari Luana Adela Effendi dan Sabina Laiqa Effendi.

Dua tahun membayar premi dari persen gaji, Lia terpaksa harus bergabung lagi ke mandiri. Karena harus keluar dari perusahaan tempatnya bekerja.

“Nah, kali kedua melahirkan juga ditanggung BPJS Kesehatan. Tepatnya Maret 2018 lalu, yang mana aku juga melahirkan secara sesar. Disini, administrasi  tak seribet saat melahirkan pertama kali. BPJS Kesehatan sepertinya sudah berbenah. Kami tak perlu lagi membawa fotocopy yang banyak. Kalo pertama dulu, bawa fotocopy kk, KTP, kartu BPJS Kesehatan dan surat rujukan sampai rangkap 10. Sekarang cuma rangkap dua. Malah terakhir aku dengar cuma perlu bawa yang asli sekarang ini. Sehingga lulang pun tak ribet. Tinggal tanda tangan berkas, ambil surat kelahiran anak dan selesai,” terangnya.

Lia menambahkan bahwa saat melahirkan anak pertama dan kedua ia hanya mengeluarkan biaya Rp500 ribu dan biaya itu untuk makan suami saat jaga di rumah sakit. Padahal dulu sebelum ada BPJS Kesehatan, dua kali ia mengalami keguguran dan menghabiskan banyak biaya.

“Aku keguguran sampai dua kali, dan saat itu harus menguras isi tabungan hingga puluhan juta,” pungkas istri Denni Effendi tersebut mengakhiri.***