SIDIMPUAN-Murid Sekolah Dasar Negeri (SDN) 200301 Pudun/Aek Tuhul Kecamatan Sidimpuan Batunadau, Kota Padangsidimpuan terpaksa belajar di lorong sekolah.

Hal itu terjadi karena minimnya perhatian pemerontah Kota Padangsidimpuan terhadap SDN yang telah berdiri sejak Tahun 1959 itu. Ditambah lagi dengan membludaknya jumlah anak didik (murid) yang kini mencapai 340 orang.

Padahal, ruangan yang ada di SDN tersebut hanya 7, termasuk ruangan guru yang kini dijadikan sebagai tempat proses belajar mengajar.

Namun demikian,karena membludaknya siswa yang diasuh oleh 20 tenaga pendidik tersebut, proses belajar mengajar terpaksa dilaksanakan di lorong gedung sekolah. “Rombongan Belajar (Rombel) di sekolah ini ada 12, sedangkan ruangan permanen cuma ada 7. Salah satunya merupakan ruang guru yang dialihfungsikan menjadi ruang belajar,” kata Ketua Komite SDN 200301 Pudun, Rajo Alim Hutauruk kepada wartawan, Senin (24/9/2018).

Lanjut dijelaskannya, berdasarkan kebijakan komite sekolah, 5 dari 12 Rombel tersebut dijadikan 3 Rombel dan belajar di lorong. Sedangkan 2 Rombel lainnya, yakni kelas I yang terdiri dari dua kelas bergantian dengan kelas II. “Begitu jam pelajaran kelas I selesai pada Pukul 10.00 WIB, maka dua rombongan belajar lainnya yakni kelas II akan menggantikan rombel sebelumnya memakai ruang kelas tersebut,” jelas Rajo yang mengaku telah 10 tahun menjabat sebagai Ketua Komite di SDN tersebut.

Disebutkannya, pihak komite beserta Kepala Sekolah sudah berulang kali mengeluhkan persoalan ini, baik secara lisan maupun tertulis dengan harapan pihak berkompeten akan mengalokasikan dana penambahan Ruang Kelas Baru (RKB). “Terlebih sekolah ini menampung peserta didik yang berasal dari desa Aek Tuhul, Aek Bayur, Pudun Julu, Pudun Baru, Siloting, bahkan ada dari kelurahan Silandit,” sebutnya.

Akan tetapi, Rajo menuturkan, pemerintah seolah tidak peduli atas hal ini. "Terbukti, hingga saat ini belum ada kejelasan soal penambahan RKB di SDN tersebut,” tuturnya seraya mengatakan sudah 10 tahun SD Negeri 200301 Pudun ini tidak menerima bantuan.

Lantai Kelas Digenangi Air

Selain persoalan kurangnya ruangan belajar, lantai kelas juga akan tergenang air jika hujan lebat. Hal itu semakin menambah catatan buruk tentang minmnya perhatian Pemerintah Kota Padangsidimpuan terhadap sekolah tersebut. “Kalau hujan lebat turun, kelas kami digenangi air pak,” tutur Rona Puspita Sari siswa kelas III/B.

Senada dengan Rona, siswa kelas V/A, Edo Sami Pendika mengeluhkan hal sama. “Sangat tidak nyaman belajar dengan suasana sumpek seperti ini, susah menjaga kebersihannya karena pintu keluar cuma satu, dan ditambah posisi kelas sangat dekat dengan toilet,” keluhnya.

Berdasarkan pantauan di SDN tersebut, lorong sekolah dengan bidang sekitar 3 x 18 meter dibagi menjadi 3 kelas, dan sebagai pemisah ruangan diberi sekat pembatas dengan triplek seadanya. Kegiatan sekolah jauh dari layak, sebab sulit bagi siswa untuk berkonsentrasi menyimak materi pelajaran yang diterangkan oleh guru.

Ironisnya, di ruangan pengap tanpa ventilasi ini, berkumpul kelas III/A, III/B, dan kelas V/A melangsungkan proses belajar mengajar. Sempitnya ruangan otomatis membuat suara dari sudut ke sudut kelas lainnya jelas sangat terdengar.

Lebih parahnya lagi, dengan diberi sekat triplek, gedung perpustakan seluas 4 x 6 meter harus dibagi menjadi 4 ruangan, yakni ruangan kepala sekolah, guru, Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), dan ruangan perpustakaan itu sendiri. Oleh karena itu, pihak sekolah meminta perhatian khusus dari Pemerintah Kota Padangsidimpuan.