JAKARTA - Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, bukan hanya sekedar memilih kepala negara untuk memimpin bangsa selama lima tahun ke depan.

Namun proses demokrasi yang berlangsung sekali dalam lima tahun itu harus dijadikan sebagai momentum strategis bagi rakyat untuk mengenal secara baik dan secara komprehensip rekam jekak calon pemimpinnya.

Hal ini dikatakan Pengamat Politik dari Lembaga Analisis Politik Indonesia (L-API), Maksimus Ramses Lalongkoe, kepada GoNews.co, Selasa (25/9/2018) di Jakarta.

Menurut pria yang biasa disapa Ramses ini, Pemilihan Umum (Pemilu) Presiden dan Wakil Presiden 2019 yang diikuti dua pasangan calon yakni, Pasangan Joko Widodo-Ma'aruf Amin dan Pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, seluruh rakyat Indonesia yang sudah menggunakan hak pilihnya harus benar-benar mengetahui sepak terjang dan rekam jejak para capres dan cawapres, sebab menentukan hak pilih yang salah akan berdampak buruk terhadap masa depan bangsa Indonesia.

"Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2019 itu bukan hanya sekedar memilih kepala negara untuk pimpin bangsa selama lima tahun ke depan. Tapi proses demokrasi ini juga harus dijadikan momentum strategis bagi seluruh rakyat untuk mengenal secara baik dan komprehensip rekam jekak calon pemimpinnya. Rakyat Indonesia yang punya hak pilih harus mengetahui benar sepak terjang dan rekam jejak para capres dan cawapres sebelum memberikan dukungan dan menentukan hak pilihnya," kata Ramses.

Lebih lanjut ia menjelaskan, dua pasangan capres-cawapres yang ikut bertarung pada Pemilu 2019 masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangannya. Kelebihan dan kekurangan masing-masing individu capres-cawapres ini yang harus diketahui secara baik oleh rakyat pemilih, sehingga pemimpin yang dihasilkan benar-benar menjadi pemimpin bagi seluruh rakyat Indonesia dan mau berjuang dan berkorban untuk memperjuangkan kesejahteraan rakyat.

Mantan jurnalis ini melanjutkan, publik Indonesia harus mengetahui rekaman perjalan hidup calon presiden Prabowo Subinto saat masih aktif menjadi anggota militer.

Sebab berdasarkan Keputusan Dewan Kehormatan Perwira No. KEP/03/VIII/1998/DKP, Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, Markas Besar DKP, menerangkan tindak pidana ketidakpatuhan yang dilakukan Prabowo saat masih aktif sebagai militer.

Dalam keputusan itu kata Ramses, DKP menjelaskan secara detail terkait tindakan yang dilakukan Letnan Jenderal Prabowo Subianto, seperti, melaksanakan dan mengendalikan operasi dalam rangka stabilitas nasional yang bukan menjadi wewenangnya tetapi wewenang Pangab, tidak melibatkan staf organik dalam prosedur staf, pengendalian dan pengawasan, tidak melaksanakan tugas dan tanggung jawab komando dalam pengendalian tindakan-tindakan satgas Merpati dan Satgas Mawar, sering keluar negeri tanpa ijin dari Kasad ataupun Pangab, dan beberapa pelanggaran lainnya berdasarkan hasil pemeriksaan terperiksa dan saksi-saksi yang dilakukan DKP sesuai hasil Sidang Kehormatan Perwiara.

"Saya kira publik perlu ketahui rekam jejak Pak Prabowo Subianto saat masih aktif di militer, kan kalau kita mencermati isi keputusan Dewan Kehormatan Perwira itu, terlihat secara jelas kesimpulannya pak Prabowo melakukan tindak pidana ketidakpatuhan berdasarkan hasil pemeriksaan terperiksa dan saksi-saksi yang dilakukan pihak DKP saat Sidang Kehormatan Perwira," ujar Ramses.

Ramses menambahkan, rekam jejak calon pemimpin sangat penting dibuka ke ruang publik agar rakyat bisa menilai, sebelum menjatuhkan pilihan dukungan, agar calon pemimpin yang dipilih benar-benar menjadi panutan rakyat.

"Rekam jejak calon harus dibuka ke ruang publik, supaya rakyat bisa menilai sebelum rakyat tentukan arah dukungan dan menjatuhkan pilihan politiknya," tegasnya. ***