PALAS- Kegiatan study banding para Kepala Desa (Kades) di Kabupaten Padang Lawas(Palas) ke Kota Bandung dan Bali Tahun 2018 menjadi perbincangan hangat dan menuai protes di kalangan masyarakat.
Kegiatan Study Banding ke pulau Jawa dan Bali mendapat sorotan tajam dan kritikan pedas dari sejumlah kalangan masyarakat dan anggota DPRD. Komisi A Palas, Gusnar menilai kegiatan itu sangat tidak memberikan manfaat. Kegiatan itu dianggap mubazir sebab menghambur-hamburkan uang rakyat sekitar Rp 3 miliar. Apalagi, saat ini kondisi ekonomi daerah yang sedang sulit karena seharusnya anggaran dana desa dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat.
Hal itu disampaikan anggota DPRD Palas Gusnar Komisi A yang membidangi pemerintahan saat dimintai tanggapannya, Senin (17/9/2018)di Sihuhuan, menyangkut study banding sekitar 300-Kades ke Kota Bandung dan Bali. Dikatakannya, kegiatan study banding ini banyak mendapat kritikan karena belum dapat menjadi jaminan bisa meningkatkan kualitas para Kades. Terlebih, kegiatan itu dilaksanakan pada akhir tahun 2018, saat banyaknya kegiatan pembangunan di desa-desa, meski realisasi kegiatan pembangunan belum mencapai 50 persen.
“Anehnya lagi, Kades tidak peduli larangan Bupati sesuatu yang aneh sekali. Kades secara serentak bepergian mengikuti study banding. Ini kan janggal, kesannya ada pemaksaan. Artinya, study banding itu terkesan kurang perencanaan,” kata dia. Ia menilai, jika saja narasumber yang di Bali dan Bandung diundang kedaerah , akan jauh lebih bagus. Dalam hal perputaran dana yang dapat menunjang sumber PAD.
“Kita akan memanggil Kadis Pemdes berserta Kades se Palas untuk diminta penjelasan, Apa yang mendasari mereka berangkat study banding tanpa izin pemerintah. Karena persoalan ini sudah menjadi masalah anggaran yang tidak tepat sasaran dan terkesan mubajir dan tidak memberi manfaat. "Kita minta Inspektorat agar mengaudit anggaran itu ,” jelas anggota Komisi A DPRD Palas itu. Kadis Pemdes dan Penmas dihubungi melalui telinga selulernya ,Senin (17/9/2018) belum ada jawaban.
Ketua PWRI Palas Firdaus Hasibuan yang diminta tanggapannya mengecam kegiatan study banding tersebut. "Tapi yang benar adalah plesiran kepala desa secara berjemaah ” jelasnya.
Menurut informasi yang didapat ,kata Firdaus , anggaran kegiatan study banding dibiayai APBDes masing-masing, yang bersumber dari DD . “Biaya, Rp 10 juta per orang, dengan rincian, Rp 5 juta untuk tiket pulang pergi dan Rp 5 juta biaya kegiatan selama tiga hari di Bali dan Bandung ” paparnya.
Disinggung apa yang mendasari sehingga para Kades berani berangkat tentu sudah mendapat persetujuan Pemerintah Daerah .Firdaus menegaskan, tidak ada,karena keluarnya surat edaran Bupati Palas dengan tegas melarang kades keluar daerah tanpa izin pemerintah
Ketika disinggung lagi, apa kapasitas oknum Camat yang ikut mendampingi Kades study banding di Bali , ia menyebut, kedua oknum camat itu secara tidak langsung telah menantang Bupati Palas.sebagai atasannya .
“Jadi tidak ada salahnya,kedua oknum ini perlu diberikan sanski tegas,karena menyampingkan kepentingan tugas pelayanan masyarakat,lebih mengutamakan mendampingi rombongan kades kesana hanya untuk kepentingan plesiran ”tegasnya .
Hal yang berbeda dikatakan salah seorang Sekretaris desa (Sekdes) yang tidak mau dipublikasikan namanya. Ia membenarkan, biaya study banding tersebut Rp 10 juta per orang, diambil dari DD desa masing-masing.
Dikatakan, seharusnya study banding atau apapun namanya menyangkut administrasi desa yang penting ,demi mewujudkan penguatan kualitas administrasi desa.Hal ini sangat penting, apalagi dengan semakin meningkatnya DD plus ADD yang dikelola desa.
“Seharus bukan study banding yang menjadi prioritas, tetapi pembenahan menyangkut administrasi desa yang terpenting,karena lebih bermanfaat bagi perangkat desa ,” ungkapnya
Hal itu disampaikan anggota DPRD Palas Gusnar Komisi A yang membidangi pemerintahan saat dimintai tanggapannya, Senin (17/9/2018)di Sihuhuan, menyangkut study banding sekitar 300-Kades ke Kota Bandung dan Bali. Dikatakannya, kegiatan study banding ini banyak mendapat kritikan karena belum dapat menjadi jaminan bisa meningkatkan kualitas para Kades. Terlebih, kegiatan itu dilaksanakan pada akhir tahun 2018, saat banyaknya kegiatan pembangunan di desa-desa, meski realisasi kegiatan pembangunan belum mencapai 50 persen.
“Anehnya lagi, Kades tidak peduli larangan Bupati sesuatu yang aneh sekali. Kades secara serentak bepergian mengikuti study banding. Ini kan janggal, kesannya ada pemaksaan. Artinya, study banding itu terkesan kurang perencanaan,” kata dia. Ia menilai, jika saja narasumber yang di Bali dan Bandung diundang kedaerah , akan jauh lebih bagus. Dalam hal perputaran dana yang dapat menunjang sumber PAD.
Gusnar mempertanyakan, kenapa para kades memaksakan diri berangkat ? "Ada apa dibalik semua ini," tanya-nya. Dia menilai, jika diadakan pelaksanaan study banding ke daerah tetangga seperti Sumatera Barat dan Rokan Hulu ,tentu biaya irit dan tidak sampai Rp 3 miliar. "Apalagi dengan kemajuan tekhnologi informasi, sebenarnya tidak perlu lagi studi banding, cukup nara sumber saja yang diundang," ungkapnya.
“Kita akan memanggil Kadis Pemdes berserta Kades se Palas untuk diminta penjelasan, Apa yang mendasari mereka berangkat study banding tanpa izin pemerintah. Karena persoalan ini sudah menjadi masalah anggaran yang tidak tepat sasaran dan terkesan mubajir dan tidak memberi manfaat. "Kita minta Inspektorat agar mengaudit anggaran itu ,” jelas anggota Komisi A DPRD Palas itu. Kadis Pemdes dan Penmas dihubungi melalui telinga selulernya ,Senin (17/9/2018) belum ada jawaban.
Ketua PWRI Palas Firdaus Hasibuan yang diminta tanggapannya mengecam kegiatan study banding tersebut. "Tapi yang benar adalah plesiran kepala desa secara berjemaah ” jelasnya.
Menurut informasi yang didapat ,kata Firdaus , anggaran kegiatan study banding dibiayai APBDes masing-masing, yang bersumber dari DD . “Biaya, Rp 10 juta per orang, dengan rincian, Rp 5 juta untuk tiket pulang pergi dan Rp 5 juta biaya kegiatan selama tiga hari di Bali dan Bandung ” paparnya.
Disinggung apa yang mendasari sehingga para Kades berani berangkat tentu sudah mendapat persetujuan Pemerintah Daerah .Firdaus menegaskan, tidak ada,karena keluarnya surat edaran Bupati Palas dengan tegas melarang kades keluar daerah tanpa izin pemerintah
PWRI berharap, pihak Satgas Kemendes, Kejatisu dan Kejari serta Polres Tapsel diminta untuk mengusut kegiatan study banding yang terkesan menghamburkan uang rakyat dan tidak untuk meningkatkan kualitas ,bebernya
Ketika disinggung lagi, apa kapasitas oknum Camat yang ikut mendampingi Kades study banding di Bali , ia menyebut, kedua oknum camat itu secara tidak langsung telah menantang Bupati Palas.sebagai atasannya .
“Jadi tidak ada salahnya,kedua oknum ini perlu diberikan sanski tegas,karena menyampingkan kepentingan tugas pelayanan masyarakat,lebih mengutamakan mendampingi rombongan kades kesana hanya untuk kepentingan plesiran ”tegasnya .
Hal yang berbeda dikatakan salah seorang Sekretaris desa (Sekdes) yang tidak mau dipublikasikan namanya. Ia membenarkan, biaya study banding tersebut Rp 10 juta per orang, diambil dari DD desa masing-masing.
Dikatakan, seharusnya study banding atau apapun namanya menyangkut administrasi desa yang penting ,demi mewujudkan penguatan kualitas administrasi desa.Hal ini sangat penting, apalagi dengan semakin meningkatnya DD plus ADD yang dikelola desa.
“Seharus bukan study banding yang menjadi prioritas, tetapi pembenahan menyangkut administrasi desa yang terpenting,karena lebih bermanfaat bagi perangkat desa ,” ungkapnya