MEDAN- Terkait keluarnya peraturan Undang-Undang mengenai Aparatur Sipil Negara (ASN) terkait guru honorer yang ingin menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) harus tetap mengikuti prosedur perekrutan terlebih dahulu yakni melakukan ujian Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dan hanya berlaku bagi honorer yang berusia maksimal 35 tahun. 
 
 
Peraturan ini pun memunculkan polemik serta kegalauan bagi honorer yang memiliki usia di atas 35 tahun dan sudah berpuluh tahun menjadi tenaga honorer sebagai seorang guru.
 
Untuk itu, Wakil Ketua DPD RI Prof. Damayanti Lubis pun membahas hal ini di hadapan ratusan tenaga honorer yang hadir dalam Sosialisasi Perlindungan Hukum Profesi Guru Kerjasama DPD RI Dengan PGRI Prov. Sumatera Utara di Aula Bina Graha Jalan Diponegoro, Jumat (7/9/2018) sore. Kegiatan ini juga turut dihadiri oleh Ketua PGRI Sumut Abdurrahman Siregar, Ketua PGRI Sumut Abdurahman Siregar, Ramlan Tarigan, Plt. Kadis Pendidikan Medan, dan Hasan Basri selaku Tokoh Pendidikan Medan dan juga mantan Kadis Pendidikan Medan.
 
Menurut Prof Damayanti Lubis, bahwa memang ada peraturan yang sekarang ini tentang masalah penerimaan ASN di mana Menteri sudah ada mengeluarkan peraturan yang pada tanggal 27 Agustus 2018 semua honorer yang sudah bekerja lama itu memang tidak lagi diprioritaskan dan wajib ikut dalam ujian CPNS dengan batasan hanya berusia sampai 35 tahun. 
 
“Nah, ini yang menjadi polemik. Ini masalahnya.  Sebab honorer ini kan ada yang sudah bekerja sampai 10 atau 20 tahun terus bagaimana nasibnya itu yang jadi masalah. Sehingga para honorer ini sangat kecewa,” katanya di Medan.  Begitupun dengan keluarnya peraturan ini tidak bisa disembunyikan dan peraturan ini harus disosialisasikan agar pegawai honorer paham.
 
“Saat ini kami yang berada di DPD sedang memperjuangkan masalah ini. Kita mencoba agar peraturan itu di review (ulas)  dan akan kita masukkan ke yudisial review dan dibawa lagi di Mahkamah Kontitusi (MK). Apakah peraturan itu melanggar konstitusi kah? atau melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) kah? dan itulah yang sedang kita perjuangkan karena itu yang bisa kita lakukan,” terangnya.
 
Prof Damayanti berharap dengan sosialisasi ini baik perlindungan profesi dan perlindungan hukum ada untuk tenaga honorer. Sehingga ke depannya bila ada peraturan yang tidak cocok bisa di perjuangkan. Bahkan ia juga akan terlibat dalam diskusi publik dengan beberapa ahli terkait masa depan tenaga honorer Indonesia di mata hukum, pemerintah dan HAM di Jakarta.
 
Ramlan Tarigan Plt. Kadis Pendidikan Medan menuturkan Dinas Pendidikan selama ini tak pernah lepas berjuang untuk honorer dan terus memperjuangkan honorer. Apalagi untuk jumlah guru saat ini juga masih kurang. “Untuk itu kami berharap bapak dan ibu guru baik PNS dan guru honorer tetap kompak. Dan. kita harus siap dan berjuang bersama-sama karena semua hasil yang didapat untuk kita semua. Saat ini di APBD ada sekitar 15 Miliar dana yang belum tersalurkan untuk honorer. Nanti akan saya panggil Kabidnya dan akan kita proses secara merata. Untuk itu saya minta agar SK guru honorer secepatnya sampai kepada kami,” pungkasnya.