MEDAN - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menggelar "OJK Mengajar 2018" di sejumlah kampus di kota-kota besar di Indonesia, termasuk di Medan (UINSU) dan Universitas Pelita Harapan (UPH). Hal ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada dunia akademisi tentang tugas dan fungsi OJK. Selain itu, juga memberikan upaya meningkatkan literasi keuangan kepada masyarakat.
 
Seperti yang disampaikan Deputi Komisioner OJK Institute, Sukarela Batunanggor. "Saya menjelaskan kepada mahasiswa tentang Lembaga Jasa Keuangan sehingga diharapkan mahasiswa memahami lebih baik. Sebab sekarang literasi keuangan atau kepahaman tentang keuangan lebih rendah dibandingkan inklusi keuangan yang sudah mencapai 49 persen," katanya di universitas pelita harapan Medan, Kamis (6/9/2018) sore.
 
Tahun 2019 diharapkan inklusi keuangan mencapai 75 persen. Artinya, nanti sudah 75 persen masyarakat dewasa yang punya akun di bank. "Seharusnya literasi keuangan lebih tinggi dari inklusi keuangan,  disebabkan masih rendahnya inklusi maupun literasi keuangan karena faktor kondisi masyarakat. Untuk inklusi keuangan rendah karena pemahaman tentang keuangan (literasi keuangan) yang rendah, kemiskinan masih tinggi. Artinya, bagaimana masyarakat mau menabung kalau tak ada dana yang ditabung," ujarnya.
 
Kendala lain, katanya, secara psikologis, masih ada masayarakat yang takut datang ke bank karena ada anggapan sebagian masyarakat ke bank itu untuk masyarakat menengah atas. "Oleh karena itu, sekarang bank turun langsung ke pasar-pasar, bawa EDC agar masyarakat menabung sekalian juga memberikan kredit. Jadi perbankan itu harus menciptakan kewirausahaan, membantu dari nol usaha, bukan membantu usaha yang sudah jadi," ujarnya.
 
Kemudian kepada mahasiswa tentang pentingnya Fintech (financial technology). Dengan fintech, juga tersosialisasi literasi keuangan yang gilirannya inklusi keuangan meningkat."Fintech harus digunakan jasa keuangan dan perbankan karena negara RI sebagai salah satu pengguna internet terbesar di dunia," pungkasnya.