TERNYATA Tuan tidak piawai memaknai apa itu demokrasi. Hiruk pikuk ketidak sesuaian sebagian anak bangsa dalam melihat berbagai persoalan negeri, yang lantas coba untuk meluahkannya dalam berbagai ruang, mestikah Tuan lihat sebagai bentuk ancaman? Dan mestikah pulak Tuan hadir sebagai pengadil atas hiruk pikuk itu? Aduhai, Tuan bukan sedang berdepan-depan dengan sekelompok pengancam ideologi bangsa ini.

Dan Tuan pun bukan pulak lembaga pengadil atas segala bentuk keriuhan, sebab Polisi dan TNI, telah sama-sama kita sepakati sebagai lembaga yang memiliki kewenangan untuk melegitiminasi segala hal ihwal itu.

Kita sama-sama sedang menyuluh demokrasi untuk lebih memiliki makna. Bukankah keberagaman cara pandang adalah hakikat dari demokrasi itu sendiri? Dan bukankah Menolak pemenuhan hak asasi dan demokrasi masyarakat, berarti menantang kemanusiaan itu sendiri?

Karl Popper cukup tegas mendefenisikan apa itu demokrasi, "Sebagai sesuatu yang berbeda dengan kediktatoran atau tirani, sehingga berfokus pada kesempatan bagi rakyat untuk mengendalikan para pemimpinnya".

Sejalan pulak dengan apa yang dikatakan oleh Abraham Lincoln,"Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang diselenggarakan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat".

Dan deklarasi ganti Presiden di tahun 2019, adalah bagian dari yang ditawarkan sebagian anak bangsa ini demi mewujudkan rasa cinta dengan cara yang demokratis.

Riau ganti Presiden 2019, adalah merupakan semangat yang ditawarkan oleh sebagian budak-budak Riau dalam rangka menjemput kerinduan akan negeri yang bahri. Memang, ini adalah sebuah tawaran subyektif, tetapi bukan pulak sesuatu yang haram untuk ditimang. Ia lahir dari rahim konstitusi yang sah. Lahir dari semangat percintaan yang gegap pada negeri.

Seperti halnya Tuan, kami juga memiliki hak sama dalam menterjemahkan pelbagai peristiwa yang terjadi. Dan kebesaran nama Indonesia, bukan di sebabkan karena terjadinya satu sudut pandang, tapi ia dibesarkan oleh aneka persilangan pandang, di manapun wilayah serta motifnya. Sebab, leluhur kita meyakini bahwa batang pohon bisa berdiri tegak dan kokoh, disebabkan akarnya menjulur ke serata angin.

Dalam surat yang dikeluarkan oleh Majelis Pemuda Pancasila Provinsi Riau, dengan nomor surat : 67.AI/MPW-PP/R/VIII/2018, perihal : Pemberitahuan Keberatan, yang dilayangkan pada Ka. Polda Provinsi Riau, tanggal 20 Agustus 2018, di alenia ke-3 (tiga), begitu menusuk. Secara tak langsung, organisasi ini telah menodai asas keberagaman yang di jabarkan oleh Pancasila.

Dalam surat tersebut, organisasi ini menjadikan sila ke 3 pada Pancasila sebagai alas argumentasi sehingga memunculkan pernyataan sikap yang begitu vulgar. “apabila tetap berjalan kami akan menurunkan masa Pemuda Pancasila se Provinsi Riau untuk membubarkan acara tersebut, karena telah menodai sila ke-3 dari Pancasila dan semangat Bhineka Tunggal Ika” (mengutip surat MPW PP Prov. Riau).

Aduhai, mengapa pernyataan sama tidak Tuan lakukan pada lebih dari seribu orang santri yang mengatas namakan Forum Santri Riau (FSR) ketika mereka melaksanakan deklarasi dukungan terhadap Presiden Jokowi bertempat di gerbang Bandar Serai/Purna MTQ tertanggal 2 Agustus 2018? Dan apakah komunitas Deklarator ganti Presiden 2019 mengusik itu? Tidak, sebab forum ini sadar bahwa perbedaan pandang merupakan hak yang paling hakiki bagi tiap warga negara sepanjang ideologi negeri ini tidak dicundangi.

Pada teks yang lain pulak dalam surat tersebut di alenia yang sama "menodai semangat Bineka Tunggal Ika" wahai tuan yang budiman, apa yang Tuan fahami dari kata "Bhinneka"? ijinkan saya memberi sedikit pemahaman tentang apa itu "Bhinneka".

Kata Bhinneka di kutip dari kitab kakawin Sutasoma karya Mpu Tantular, di kisaran abad ke 14. Kata Bhinneka itu sendiri memiliki arti "beraneka ragaa" kata neka dalam bahasa Sanskerta berarti macam dan menjadi pembentuk kata aneka dalam bahasa Indonesia. Maka, kalimat "Binneka Tunggal Ika" sangat jelas makna dalam perspektif umum "Berbeda-beda tapi satu tujuan".

Memang, betapa bijak dan cerdasnya para pendahulu negeri ini dalam memilah kalimat, beliau sadar betul dengan corak warna bangsa ini, sehingga memutuskan kalimat itu menjadi alas falsafah negeri yang tercinta, Indonesia.

Pertanyaannya, adakah yang salah dengan tujuan ingin mengganti Presiden di tahun 2019? Saya yakin, tentu tuan jawab dengan kata Tidak salah. Dan apakah niat ingin mengganti Presiden di tahun 2019 adalah merupakan tindakan perlawanan pada pemerintahan yang sah? Kami masih yakin bahwa jawabannya pun tetap sama, bukan bentuk perlawanan apalagi pemberontakan.

Apabila pekerjaan yang amat benar, tidak boleh orang berbuat onar. (Gurindam 12, pasal 7). Deklarasi ganti Presiden tahun 2019, adalah merupakan antitesa dari kegelisahan sebagian anak bangsa ini.

Kerisauan itu tidaklah muncul serta merta, ia hadir dari ragam akumulasi kekecewaan. Kami fikir itu wajar dan konstitusi, maka bukanlah sesuatu yang haram apabila saat ini kita saling bersilang cinta dan bersilang faham dalam memaknai perbedaan sudut pandang. Kita sama-sama memiliki kebebasan untuk membangun persepsi demi menjemput keputusan yang telah di fitrahkan oleh sang khalik. Bambang Wahyu J, Public Relation Deklarasi 2019 Ganti Presiden di Pekanbaru