MATARAM – Seorang anak berusia 13 tahun diduga dicabuli ketika melakukan konseling trauma pascagempa bumi di Lombok Utara. Kini anak tersebut sedang ditangani Lembaga Perlindungan Anak Nusa Tenggara Barat.

"Kami memberikan pendampingan kepada korban untuk memulihkan kondisi psikologisnya," kata Ketua Divisi Hukum LPA NTB, Joko Jumadi, SH, MH, di Mataram, Jumat (3/8)

Dari informasi yang diperoleh, kata dia, korban mendapatkan pengobatan trauma secara tradisional oleh terapis (dukun) yang ada di desanya. Kejadian tersebut terjadi dua hari setelah gempa besar melanda Lombok pada Minggu 31 Juli 2018 lalu.

Ketika melakukan pengobatan, tiba-tiba dukun tersebut diduga memegang bagian vital tubuh korban dengan ancaman akan dibunuh jika melarikan diri.

"Merasa takut ketika pelaku diduga memegang bagian vital tubuh, korban akhirnya nekat melarikan diri, lalu melaporkan kejadian tersebut kepada orang tuanya," ucapnya Joko.

Korban kemudian dibawa ke Puskesmas Senaru, Kabupaten Lombok Utara, untuk mendapatkan perawatan dan pengobatan serta dibuatkan bukti visum et repertum. Demikian ditulis kantor berita Antara.

Joko juga memastikan kondisi korban saat ini relatif membaik, namun tetap harus mendapatkan pendampingan. Pasalnya, korban mendapatkan dua peristiwa yang membuat trauma, yakni gempa bumi dan dugaan pelecehan seksual.

"Korban sekarang sudah berada di rumahnya. Kondisinya tidak terlalu darurat, tetapi kami yakin masih ada trauma karena dampak gempa, kemudian akan diperkosa," kata Joko. LPA NTB dan Kota Mataram akan berkunjung ke rumah korban Sabtu (4/8).

Dosen Fakultas Hukum Universitas Mataram itu juga meminta Kepolisian Resort Lombok Utara mengusut kasus itu dan memberi sanksi seberat-beratnya kepada terduga pelaku yang tega berbuat asusilas pada korban gempa yang masih anak-anak.

"Pelaku sudah ditahan. Kami minta ada pemberatan karena melakukan dugaan tindak pidana ketika bencana terjadi. Apalagi korbannya masih anak-anak," ujarnya.

Kasus dugaan pencabulan korban gempa bumi yang masih berusia anak-anak di Kabupaten Lombok Utara tersebut mendapat perhatian dari lembaga asing, yakni Yayasan Project Karma Indonesia (YPKI) yang berbasis di Australia.

Organisasi nirlaba tersebut saat ini sedang melaksanakan misi kemanusiaan di desa-desa terdampak gempa bumi, di Kecamatan Sembalun, dan Sambelia di Kabupaten Lombok Timur, serta Kabupaten Lombok Utara.

Gempa bumi berkekuatan 6,4 pada Skala Richter mengguncang Pulau Lombok dan Sumbawa, NTB, pada Minggu (29/7/2018). Tiga kecamatan di Pulau Lombok, mengalami kerusakan terparah, yakni Kecamatan Sembalun, dan Sambelia, di Kabupaten Lombok Timur, dan Bayan di Kabupaten Lombok Utara.

Jumlah korban jiwa akibat bencana alam tersebut sebanyak 17 orang. Lima korban meninggal dunia di Kabupaten Lombok Utara, sedangkan di Kabupaten Lombok Timur sebanyak 12 orang. Sementara korban luka-luka berjumlah 366 orang.***