JAKARTA - Besar pasak daripada tiang. Begitulah situasi negara saat ini. Infrastrukturpun diprediksi terancam bakal mangkrak.

Apalagi, setelah Jokowi mengevaluasi pembangunan infrastruktur yang menguras uang negara akibat bahan baku yang selalu di import. Sehingga, hal ini akan mengakibatkan terkurasnya devisa negara, akibat besarnya belanja negara terhadap bahan baku infrastruktur dan beban hutang negara.

Sedangkan nilai ekspor saat ini, juga tidak mampu mengantisipasi ancaman defisitnya devisa negara.

Hal ini diungkapkan Koordinator Aliansi Lembaga Analisis Kebijakan dan Anggaran (Alaska) Adri Zulpianto, S.H kepada GoNews.co, Kamis (2/8/2018) melalui siaran persnya.

"Kami dari Alaska yang terdiri dari Lembaga Kaki Publik dan Lembaga CBA menilai, setelah pengerjaan infrastruktur di evaluasi Jokowi ditengah ancaman defisit nya devisa negara, yang terus mengalami trend negatif di semester pertama tahun 2018, seharusnya Jokowi segera menghentikan import dalam negeri," ujarnya


Selain itu kata dia, kebijakan tersebut yang dijalankan untuk memilah bahkan menghentikan beban import bahan baku pembangunan infrastruktur dan import hal lain di dalam negeri adalah bentuk dari kepanikan pemerintah atas ulahnya.

"Pemberhentian terhadap import bahan baku pembangunan infrastruktur jelas akan mengancam pembangunan infrastruktur itu sendiri, karena sebagian besar bahan baku masih di import dari luar negeri," tandasnya.

Alaska juga menilai, jika import bahan baku dibatasi, maka pembangunan infrastruktur akan mangkrak, dan mundur dari target penyelesaian.

Mundurnya target penyelesaian pembangunan infrastruktur kata dia, jelas akan membebani biaya pengerjaan. Untuk menanggulangi biaya pengerjaan tersebut, mau tidak mau pemerintah akan memberhentikan pembangunan infrastruktur menunggu hingga dollar kembali stabil, atau menunggu sampai devisa negara mampu kembali meroket.

"Selain itu, negara tidak cukup siap untuk melakukan ekspor guna menekan trend negatif devisa negara. Karena sedikitnya pangsa pasar dalam negeri yang mampu melakukan ekspor," katanya.

Yang perlu diperhatikan kata dia, karena selama ini pengusaha sudah banyak yang gulung tikar, karena ketidakstabilan ekonomi dunia. Apabila keadaan tersebut ditambah dengan pembatasan import, maka industri yang membutuhkan bahan baku dari luar negeri pun akan menjadikan kondisi industri dalam negeri tambah nelangsa.

"Melemahnya industri dalam negeri akan membuat para pembeli untuk memilih menabungkan uangnya di bank, ketimbang belanja di tengah pusaran dolar yang terus beranjak naik," tandasnya.

Kendati demikian, Alaska menilai, bahwa Kebijakan penghentian import akan menguntungkan negara, karena dollar akan digiring masuk ke dalam negara Indonesia melalui eksport, tapi resikonya dalam negeri adalah melemahnya industri dalam negeri.

"Sehingga, infrastruktur kemudian terabaikan, dan pemerintah akan fokus untuk menarik dollar ke dalam negeri guna menutup semua kerugian yang timbul akibat pembatasan import. PLN misalnya, kerugian akan meroket karena Batu bara yang mengalami perubahan harga demi menggenjot eksport," pungkasnya.***