SERGAI - Limbah kulit kerang selalu dibuang sembarangan terutama menjual kerang rebus maupun kerang kupas. Bahkan limbah kulit kerang selalu dianggap limbah dalam membahayakan apabila terinjak kaki tanpa alas.

Namun limbah kulit kerang dijadikan sebuah maha karya bernilai jual tinggi. Hal itulah dilakukan Nurlela (39) warga Dusun 2, Desa Sialang Buah, Kecamatan Teluk Mengkudu, Kabupaten Serdang Bedagai (Sergai).

Kelompok Kerang Kipas Teluk Mengkudu ini menjadikan limbah kulit kerang dan ciput menjadi bunga, pas bunga, asbak, tempat tissu, tempat kue, bahkan aksesoris mainan anak-anak.

Nurlela mengatakan, awalnya dia bersama suaminya berjaual kerang didepan rumahnya. Sehingga kulir kerang dan ciput selalu berserakan.

“Aku sempat berpikir agar kulit kerang ini bisa menghasilkan uang,” bilangnya.

Keinginan tersebut diwujudkannya dengan membuat boneka, asbak rokok dan mainan anak-anak. Kemudian hasil limbah kulit kerang dan ciput telah dijadikan aksesoris dijualkan ke sekolah-sekolah selama 1,5 tahun.

“Banyak anak-anak sekolah membeli sebagian dibawa pulang sebangian untuk kerajinan tangan sekolah,” pungkasnya.

Dikatakan Nurlela, untuk menghasilkan karya lebih besar berasal dari limbah kulit kerang, dirinya bergabung dengan kelompok Kerang Kipas ada didesanya. Dari pembinaan dirinya mendapat ide membuat limbah kulit terang dan ciput menjadi bunga.

“Sekarang sudah lumayan, banyak pesan bunga dari kulit kerang,” papar Nurlela.

Menurutnya, aksesoris dari kulit kerang dibandrol mulai dari harga Rp 5 ribu sampai ratusan ribu. Harga itu tergantung dari permintaan pembeli dan tingkat kesulitan pembuatannya. “Kalau bunga tinggi mencapai hampir 1 meter bisa mencapai harga ratusan ribu. Tapi kalau bisa Cuma Rp 100 ribu,” terangnya.

Nurlela berharap, Pemkab Sergai berkenan membantu memberikan pelatihan, pembinaan dan bantuan dana dalam mengembangkan usaha kerajinan kulit kerang dilakoninya sudah mencapai 2 tahun.

“Kalau bisa pak Bupati Sergai Ir H Soekirman membantu dana dan pemasaran kerajinan kulit kerang ini. Karena pembeli hanya tau dari mulut kemulut,” bilang Nurlela.***