JAKARTA - Terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal larangan pengurus partai politik maju sebagai senator, Wakil Ketua Komite I DPD RI, Benny Rhamdani menuding MK sudah keluar jalur dan diragukan independensinya.

Bahkan menurut Senator asal Sulawesi Utara ini, MK diniali sudah masuk ke ranah politik.

"Putusan MK jelas bermuatan politis, apalagi, keputusan ini terjadi saat pendaftaran caleg DPR maupun DPD sudah ditutup, ini ada apa," ujar Benny, Senin (23/7/2018) di Jakarta.

Keputusan MK tersebut kata dia, juga terlihat buru-buru hanya diproses selama tiga bulan. "Ini ada kesan terburu-buru diputuskan pada saat Last minute. Kan proses pencalegan sudah selesai. Mereka tidak memikirkan ada 78 orang yang hak politiknya akan hilang dengan adanya putusan tersebut," tandasnya.

Untuk diketahui, MK telah memutuskan larangan pengurus parpol untuk menjadi senator melalui nomor putusan 30/PUU-XVI/2018 a.n Pemohon Muhammad Hafidz.

Pada intinya, dalam putusan tersebut menjelaskan, bahawa warga negara Indonesia yang mencalonkan diri sebagai anggota DPD tidak boleh merangkap sebagai pengurus partai politik.

Yang dimaksud dengan 'pengurus Partai Politik' dalam putusan ini adalah pengurus mulai dari tingkat pusat sampai tingkat paling rendah sesuai dengan struktur organisasi partai politik yang bersangkutan.

Dengan demikian kata Benny, untuk Pemilu 2019, dikarenakan proses pendaftaran calon anggota DPD telah dimulai, dan dalam hal ini terdapat bakal calon anggota DPD yang kebetulan merupakan pengurus partai politik terkena dampak oleh putusan ini.

Dan jika mengacu pada putusan tersebut, maka para pengurus parpol yang sudah mendaftarkan diri sebagai calon Angota DPD RI kata Benny, maka para calon tersebut akan bertentangan dengan UUD 1945.

"Kan jadinya repot, kalau 78 orang yang terimbas harus mundur dari pencalegan ataupun mundur dari parpol," paparnya.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan calon senator untuk mengundurkan diri dari pengurus parpol. Baik di pengurus parpol pusat, daerah hingga ranting.

"Untuk Pemilu 2019, karena proses pendaftaran calon anggota DPD telah dimulai, dalam hal terdapat bakal calon anggota DPD yang kebetulan merupakan pengurus partai politik terkena dampak oleh putusan ini, KPU dapat memberikan kesempatan kepada yang bersangkutan untuk tetap sebagai calon anggota DPD sepanjang telah menyatakan mengundurkan diri dari kepengurusan Partai Politik yang dibuktikan dengan pernyataan tertulis yang bernilai hukum perihal pengunduran diri dimaksud," bunyi putusan majelis MK, Senin (23/7/2018).

Bahkan putusan ini tidak berlaku surut. MK menyatakan senator yang saat ini masih menjabat anggota parpol tidak terdampak putusan itu.

"Dengan demikian untuk selanjutnya, anggota DPD sejak Pemilu 2019 dan Pemilu-Pemilu setelahnya yang menjadi pengurus partai politik adalah bertentangan dengan UUD 1945," ujar 9 hakim MK dengan suara bulat.

Gugatan tersebut, diketahui telah diajukan oleh Hafidz yang menggugat Pasal 182 huruf l UU Pemilu. Pasal itu berbunyi: Peserta pemilu untuk memilih anggota DPD adalah perseorangan setelah memenuhi syarat bersedia untuk tidak berpraktik sebagai akuntan publik, advokat....serta pekerjaan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang dan hak sebagai anggota DPD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Permohonan itu dikabulkan MK. "Pasal 182 huruf l bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai mencakup pula pengurus (fungsionaris) partai politik," ujar MK.***