MEDAN - KontraS Sumatera Utara menyesalkan terjadinya dugaan praktik kekerasan dan penyiksaan terhadap Wanda Gunawan Pasaribu yang ditangkap oleh personel Polsek Medan Timur pada Senin (9/7/2018). Wanda yang diamankan pihak kepolisian karena diduga sebagai pelaku pencurian, diduga kuat dianiaya dan ditembak kedua kakinya.

"Pola-pola penegakan hukum sebagaimana demikian harusnya tidak lagi kita temukan ditengah janji manis Kapolri bahwa kepolisian menuju arah professional, modren dan terpercaya (Promoter)," ungkap Aktivis KontraS Sumut Nandar dalam siaran persnya, Kamis (19/7/2018).

Informasi atas peristiwa yang dialami Wanda diterima KontraS Sumatera Utara melalui pengaduan langsung keluarga pada 12 Juli 2018.

Atas dasar itu pula KontraS Sumut dalam beberapa hari belakangan mengumpulkan alat bukti, menyusun kronologis, serta menemui beberapa orang saksi untuk dimintai keterangan dan informasinya.

Dari proses tersebut, kata Nandar, diketahui bahwa Wanda saat itu ditangkap tanpa surat penangkapan dan penahanan. Wanda yang ketika itu baru pulang dari bengkel tempatnya bekerja, lantas dibujuk “ikut” ke dalam mobil oleh salah seorang personel polisi berpakaian biasa.

Keluarga yang tidak mengetahui prihal penangkapan Wanda alhasil harus mencari-cari keberadaan Wanda semalaman.

"Apalagi terkait konteks pencurian yang dituduhkan kepadanya, secara tegas baik Wanda maupun pihak keluarga menyangkal hal tersebut. Situasi ini diperparah dengan terbatasnya akses keluarga untuk bisa bertemu langsung dengan Wanda," ungkap Nandar.

Selama lebih seminggu berada dalam tahanan, keluarga tidak dapat bertatap muka untuk melihat langsung kondisi Wanda. Komunikasi justru dilakukan melalui perantara telpon. Namun anehnya, pihak keluarga korban justru diminta tetap membawakan obat-obatan untuk penyembuhan luka di kaki wanda yang kena luka tembak.

Anehnya lagi, sambung Nandar, Surat Penangkapan SP.Kap/242/VII/2018 tertanggal 10 Juli 2018 dan Surat Perintah Penahanan Nomor: SP.Han/ 29/VII/2018 justru baru diserahkan pada keluarga tertanggal 13 Juli 2018.

"Praktik demikian tentu saja bertentangan dengan KUHAP yang dengan tegas mengatur hak-hak tersangka. Sekalipun Wanda merupakan pelaku kejahatan sebagaimana yang dituduhkan, ia harus tetap diperlakukan secara manusiawi sesuai dengan mekanisme dan prosedur yang berlaku," kata Nandar.

Prinsip-prinsip hak asasi manusia wajib ditegakkan. Hal sederhana misalnya, tersangka mempunyai hak untuk meminta surat tugas kepada aparat ketika hendak menangkap dan menahan si tersangka (pasal 18 ayat 1 KUHAP).

Jika aparat penegak hukum yang bersangkutan tidak memperlihatkan surat tugasnya atau tidak memiliki surat tugas maka penangkapan itu tidak sah, dan bisa dimohonkan praperadilan, dan konsekuensinya tersangka akan dibebaskan disertai dengan pemberian ganti rugi (Pasal 77 KUHAP).

Catatan tak kalah penting dalam peristiwa ini adalah persoalan dugaan kekerasan dan penyiksaan yang dialami Wanda.

Dalam keterangan persnya, polisi beralasan bahwa Wanda ditembak karena berusaha melawan petugas dan melarikan diri.

"Namun hal ini rasanya patut dievaluasi, diselidiki dan diinvestigasi secara lebih dalam. Karena menurut para saksi yang kami temui, pada saat penangkapan berlangsung dengan baik-baik saja dan tanpa ada perlawanan dari Wanda, lagi pula pada saat itu jumlah personil polisi yag menangkap Wanda ada empat orang dan berbadan lebih besar dari Wanda," imbuh Nandar.

Untuk itu KontraS mendesak Polda Sumatera Utara untuk segera mengevaluasi kinerja jajaran Polsek Medan Timur secara internal.

KontraS juga mendorong lembaga negara lainnya seperti Kompolnas, Komnasham, LPSK maupun Komisi A DPRD Sumatera Utara secara eksternal untuk bersama-sama melakukan evaluasi dan penyelidikan lebih jauh atas peristiwa tersebut.

KontraS dan keluarga koban telah melaporkan peristiwa ini ke Polda Sumatra Utara (STTLP/803/VII/2018), pada Kamis 19 Juli 2018.

"Kita berharap proses penyelidikan dan penyidikan atas kasus ini berjalan secara objektif dan transparan. Bukan hanya untuk memberikan rasa keadilan bagi Wanda dan keluarga, namun lebih dari itu sebagai ikhtiar bersama dalam mendorong kepolisan untuk bekerja lebih professional, Modern dan terpercaya," ujar Nandar.

Menurutnya, pengungkapan secara tuntas kasus ini bisa jadi bukti, apakah kepolisian sudah berbenah atau justru masih senang dengan menumpahkan darah dan air mata.*