JAKARTA - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Muhaimin Iskandar alias Cak Imin membeber sejumlah keberhasilan yang diraih bangsa Indonesia pasca-reformasi 1998. Cak Imin menjelaskan salah satunya adalah amandemen Undang-undang Dasar 1945, yang mewajibkan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) mengalokasikan 20 persen untuk sektor pendidikan. "Ini adalah contoh bahwa yang dipikirkan terlebih dahulu adalah pendidikan, sebelum pembangunan fisik dan material," kata Cak Imin saat menjadi pembicara utama Dialog Kebangsaan bertema '17 Agustus Bukan Kemerdekaan Republik Indonesia melainkan 17 Agustus Adalah Kemerdekaan Bangsa Indonesia dan 18 Agutusus Adalah Berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia' di gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (12/7).

Cak Imin menegaskan bahwa amandemen UUD 1945 itu memaksa negara untuk mengalokasikan 20 persen APBN untuk pendidikan. Meskipun, kata dia, pada saat itu banyak sekali ahli ekonomi anggaran maupun APBN, marah karena berpendapat tidak ada UUD memaksa negara menggunakan 20 persen APBN untuk pendidikan.

"Ahli ekonomi anggaran marah, kok MPR dan DPR memaksakan. Tapi, hari ini semua sadar dan menyadari bahwa paksaan itu ternyata substansi yang dibangun dari APBN bahwa yang paling pertama adalah pendidikan," jelasnya.

Keberhasilan lain, lanjut Cak Imin, adalah bergesernya pembangunan bersifat material ke spiritual, dari yang konsentrasi hanya daratan kemudian bergeser kepada kelautan sehingga lahirlah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Dia menambahkan, yang cukup fundamental adalah pembangunan bukan dari atas, melainkan dari bawah. Menurutnya, salah satu model pembangunan dari bawah adalah dimulai desa. Cak Imin menegaskan, lahirnya Undang-undang tentang Desa adaah cermin bahwa pembangunan dimulai dari desa. "Bukan dimulai dari kota, tapi dari desa mengepung kota," tegasnya.

Namun, Cak Imin mengatakan, di antara contoh-contoh keberhasilan reformasi itu, ada tantangan besar yang tengah dihadapi bangsa ini. Menurutnya, arus liberalisasi di semua aspek seperti perdagangan, sosial budaya, demokrasi mengalami masalah.

Bahkan, Cak Imin menegaskan bahwa demokrasi mengalami penyakit yang cukup fana. "Yakni demokrasi yang sangat pragmatis yang diukur berdasarkan uang dan materi," jelasnya.

Cak Imin mengaku beberapa waktu lalu bertemu dengan Menteri Sekretaris Negara Pratikno. Cak Imin “menggugat” Pratikno terkait permasalahan demokrasi tersebut. Cak Imin mengatakan, selagi masih berkuasa maka pemerintah harus mengubah sistem demokrasi menjadi tidak pragmatis, yang mencoblos berdasarkan uang dan amplop, tidak atas dasar figur.

"Kata beliau (Pratikno), dulu waktu merumuskan UUD dan demokrasi, tidak pernah terbersit dalam pikiran bahwa di dalam demokrasi ada transaksi. Itu harus dibenahi,” katanya. “Maka dengan kembali kepada pondasi kebangsaan, insyaallah akan kembali kepada khittah yang dicita-citakan oleh pendiri bangsa kita," tambahnya.

Dialog ini digelar MPR bekerja sama dengan Persaudaraan Cinta Tanah Air (PCTA) Indonesia, Organisasi Shiddiqiyyah (Orshid), Lesbumi NU, Universitas Bung Karno (UBK), Situs Persada Sukarno nDalem Pojok Kediri, Api Bandung.

Hadir sebagai keynote speaker adalah Muhaimin Iskandar, dan sejumlah pembicara antara lain Ketua Lesbumi PBNU Agus Sunyoto, Ketua Kajian MPR A.B Kusuma, dari PCTA Indonesia Tries Edy Wahyono dan Ahmad Mansyur Suryanegara, dan Ketua Program Studi Fakultas Hukum Universitas Bung Karno Azmi Syahputra.***