SIMALUNGUN - Kepala Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Sumatera Utara, Abyadi Siregar mengatakan, tugas pengaturan, pembinaan, pengendalian dan pengawasan kegiatan kepelabuhanan adalah tanggungjawab pihak Otoritas Jasa Kepelabuhanan.

Sedangkan menjamin keselamatan dan keamanan pelayaran merupakan tanggungjawab Kesyahbandaran. Ini dikatakannya usai melakukan investigasi tata kelola pelabuhan di Danau Toba, setelah tenggelamnya KM Sinar Bangun.

Nah, lanjutnya, inilah yang tidak dilaksanakan selama ini. Lihat misalnya terkait soal Kesyahbandaran yang sampai saat ini justru belum ada didirikan di Danau Toba.

Padahal, bila dilihat dari tugas dan fungsinya, peran ini begitu penting keberadaannya dalam sebuah pengelolaan pelabuhan.

Ia menjelaskan, di UU No 17 tahun 2008 dan PP No 61 tahun 2009 disebutkan, Syahbandar merupakan pejabat pemerintah di pelabuhan yang diangkat menteri dan memiliki kewenangan tertinggi dalam menjalankan pengawasan terhadap dipenuhinya ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menjamin keselamatan dan keamanan pelayaran.

"Syahbandar mempunyai tugas mengawasi kelayakan kapal, keselamatan, keamanan dan ketertiban di pelabuhan. Kemudian mengawasi tertib lalu lintas kapal, mengawasi kegiatan alih muat di perairan pelabuhan," kata Abyadi.

Selain itu, Syahbandar berwenang mengkoordinasikan seluruh kegiatan pemerintah di pelabuhan, menerbitkan persetujuan kegiatan kapal di pelabuhan, menerbitkan Surat Persetujuan Berlayar (SPB), melakukan pemeriksaan kapal, dan sebagainya.

"Begitu penting peran Kesyahbandaran di pelabuhan. Terlebih di kawasan perairan Danau Toba yang begitu luas, meliputi tujuh kabupaten di Sumut dan setiap hari diseberangi ribuan penduduk melalui berbagai jenis kapal. Tapi, sampai saat ini Menteri Perhubungan belum mendirikan Kesyahbandaran di kawasan Danau Toba. Saya kira, ini kelalaian pemerintah," tegas Abyadi.

Lebih lanjut, Abyadi mengungkapkan bahwa karena ketiadaan Kesyahbandaran di kawasan Danau Toba itu, akhirnya fungsi Kesyahbandaran diserahkan kepada pemerintah daerah.

Menurutnya, Pemerintah Daerah bingung melaksanakan ketentuan tersebut. "Dari hasil keterangan yang kita himpun, Pemerintah Daerah bahkan merasa tidak memiliki kompetensi melaksanakan beberapa peran Kesyahbandaran yang diserahkan ke Pemda,” ujarnya.

Seperti, pemeriksaan kapal, pemberian Surat izin Berlayar dan Surat Persetujuan Berlayar. Sebab, Sumber Daya Manusia di daerah tidak memiliki kompetensi dan sertifikat untuk melakukannya.

Sementara selama ini, SDM di daerah tidak pernah mendapat pelatihan atau pendidikan terkait hal tersebut.

Abyadi menegaskan bahwa sumber masalah selama ini adalah tata kelola pelabuhan tidak sesuai aturan. Kalau saja pengelolaan pelabuhan di kawasan Danau Toba itu dilakukan sesuai aturan, setidaknya akan bisa menekan angka tenggelamnya kapal di perairan Danau Toba.

"Dengan pengawasan yang ketat, maka tidak akan terjadi over kapasitas muatan kapal, baik muatan orang maupun muatan barang kapal di kawasan Danau Toba. Karena akan ada pengaturan tiketing penumpang, akan ada kontroling muatan kapal," terangnya.

Pasca tenggelamnya KM Sinar Bangun di perairan Danau Toba, Senin (18/6), data Basarnas menunjukkan, 21 orang dinyatakan selamat, 3 ditemukan meninggal dunia dan 164 orang masih hilang.

Dan, dalam peristiwa ini, pihak kepolisian menetapkan lima orang tersangka. Salah satunya adalah Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Samosir, Nurdin Siahaan.***