JAKARTA - Kemenangan kotak kosong dari calon tunggal di Pilkada Kota Makassar jadi pukulan telak bagi partai politik.

Partai yang memiliki peran untuk mencetak kader dan mengusung kepala daerah, dinilai tidak dapat menjalankan perannya secara baik.

Hal itu diutarakan oleh Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini yang juga menilai akan ada kemenangan dari kotak kosong di 15 daerah lainnya.

"Ini pukulan telak bagi parpol, juga bentuk koreksi kepada partai yang tidak menyiapkan calon kepala daerah yang sesuai dengan keinginan masyarakat," katanya saat dihubungi, Jakarta, Rabu (27/6/2018).

Ia menjelaskan masyarakat saat ini sudah jauh lebih pintar untuk memilih kepala daerah pilihan mereka.

Meski, dalam situasi di Kota Makassar, terdapat sebuah kejadian yang mengharuskan satu pasangan harus mundur dari pertarungan.

Lebih jauh dari itu, Titi menilai adanya calon tunggal di Pilkada Serentak, tidak lebih dari ke-tidak-ingin-an calon untuk bertarung dengan kompetitor lain.

Pasangan calon akan lebih memilih untuk mengakomodir kepentingan elit politik dibanding harus turun ke lapangan menyapa warga.

Dengan begitu, menurutnya, logistik yang dikeluarkan pasangan calon tidak akan besar dibanding harus bertarung dengan dua atau tiga pasangan.

Bukan hanya itu, pasangan calon tunggal akan merasa dirinya jauh merasa aman untuk memenangkan pilkada serentak pada periode selanjutnya. Mengingat, belum ada preseden calon tunggal kalah di pilkada sebelumnya.

"Tetapi, kali ini kan terbukti, bahwa ada pasangan calon tunggal yang kalah dari kotak kosong," tukasnya.

Dalam UU No 10 tahun 2016 tentang Pilkada Serentak, mengatur ketentuan pasangan calon tunggal saat pemilihan.

Pasal 54D menjelaskan, pemenang Pilkada dengan calon tunggal harus mendapat suara lebih dari 50 persen suara sah. Jika tidak mencapai angka tersebut, pasangan dapat mencalonkan diri kembali dalam pilkada selanjutnya.

Komisioner KPU Viryan Azis menjelaskan, pemiliihan serentak yang dimaksud adalah pemilihan yang akan diselenggarakan pada tahun berikutnya sebagaimana jadwal sesuai dengan aturan perundagng-undangan.

"Dalam UU No 10 tahun 2016, disebutkan pilkada serentak berikutnya adalah tahun 2020," ucapnya. Selama itu juga, wali kota Makassar akan diisi oleh penjabat untuk menjalankan pemerintahan di daerah, hingga kembali terlaksana pemilihan berikutnya.***