JAKARTA - Pimpinan DPR mendorong Tim SAR gabungan dan Posko Harian Mudik Nasional Kementerian Perhubungan untuk bekerja all out mencari dan menemukan korban hilang dari tragedi tenggelamnya kapal motor (KM) Sinar Bangun di perairan Danau Toba, Sumatera Utara, pada Senin (18/6) lalu.

Hingga Rabu (20/6) petang kemarin, jumlah korban yang ditemukan baru 21 orang. Sedangkan kapal Sinar Bangun yang bertolak dari Pelabuhan Simanindo di Samosir itu diduga mengangkut ratusan penumpang.

Selain karena guncangan akibat angin kencang, faktor lain yang menyebabkan Kapal kayu ini tenggelam adalah kelebihan muatan, karena kapasitas angkutnya maksimal 43 orang.

Menurut Ketua DPR RI, Bambang Soesatyo, pihaknya bisa memahami kesulitan-kesulitan teknis yang dihadapi tim penyelemat, seperti air yang keruh, dingin dan hingga kesulitan memfungsikan alat pencarian karena kondisi di lokasi kejadian.

"Namun, kami yakin bahwa cepat atau lambat, ragam kesulitan itu bisa diatasi Basarnas dan tim penyelam Indonesia yang sarat pengalaman," ujarnya, Rabu (20/6/2018).

Kalau memang dianggap perlu kata Bamsoet, pimpinan DPR mendorong Basarnas berkoordinasi dengan TNI AL.

"Tidak ada salahnya jika tim penyelamat yang saat ini sedang bekerja di lokasi kejadian itu diperkuat Tim penyelam dari TNI AL. Segala kemungkinan perlu dijakaki Basarnas mengingat banyaknya jumlah korban dalam tragedi itu," paparnya.

Agar tragedi seperti ini tidak berulang, pimpinan DPR mendorong kementerian perhubungan untuk membenahi manajemen pada semua pelabuhan.

"Demi keselamatan, disiplin harus ditegakkan tanpa kompromi. Ketentuan atau teknis persyaratan kapal angkutan penumpang pun harus dipenuhi," tukasnya.

Dari tragedi KM Sinar Bangun ini kata Bamsoer, masyarakat bisa melihat bahwa manajemen pelabuhan Simanindo kecolongan.

"Pertama, hari itu, sudah dua kali BMKG mengeluarkan peringatan dini tentang cuaca ekstrem di kawasan Sumatera Utara sebelum berangkatnya KMSinar Bangun. Peringatan dikeluarkan Kantor BMKG Sumatera Utara pada pukul 11.00 dan 14.00 WIB. Artinya, KM Sinar Bangun seharusnya tidak diizinkan berlayar pada saat itu," tandasnya.

Kedua, ada dugaan KM Sinar Bangun kelebihan muatan pada saat tenggelam. Kapasitas angkutnya hanya 43 orang. Tetapi pada hari tragedi itu, KM Sinar Bangun diduga menangkut ratusan penumpang plus puluhan kendaraan roda dua. Di sini, terlihat bahwa manajemen pengawasan pelabuhan Simanindo tidak berfungsi dengan efektif.

"Pelanggaran atau kelalaian manajemen seperti ini cenderung terjadi di banyak pelabuhan kecil. Maka, agar tragedi seperti KM Sinar Bangun tidak berulang di kemudian hari, kementerian perhubungan perlu membenahi manajemen semua pelabuhan," pungkasnya.***