JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum ( KPU) akan tetap menerbitkan Peraturan KPU (PKPU) soal larangan eks narapidana kasus korupsi mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Hal ini pun didukung penuh oleh Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar atau yang akrab disapa Cak Imin.

"Pada dasarnya itu positif, kami (PKB,red) setuju dengan KPU," ujar Cak Imin, Selasa (29/5/2018) usai menggelar acara Parlemen Mengaji bersama Fraksi PKB DPR dan berbuka puasa bersama dengan anak yatim.

Secara prinsipnya kata Cak Imin, pelarangan mantan napi koruptor menyalonkan diri sebagai Caleg pada Pemilu 2019, adalah fakta atau komitmen untuk membebaskan Parlemen dari mantan napi koruptor.

"Kalau tujuanya membersihkan parlemen ya itu positif, dan saya mendukungnya," tandasnya.

Wakil Ketua MPR RI itu juga mengatakan, pada implementasinya jika ada yang tidak terima lebih baik jika melakukan gugatan ke Pengadilan. "UU kita dan sistem hukum kita juga kan mempersilahkan itu. JIka ada yang protes dan menganggap tidak ada landasan hukumnya ya silahkan digugat," tandasnya.

Saat disinggung soal ide Presiden Jokowi yang mengatakan bahwa, para caleg dari mantan napi koruptor diberikan tanda khusus, menurut Cak Imin hanya sia-sia saja.
"Tanpa ditandai kan masyarakat juga sudah tau calon itu mantan napi atau tidak," paparnya.

Sebelumnya, langkah KPU melarang mantan napi korupsi untuk menjadi calon legislatif ditentang oleh pemerintah, Bawaslu, dan DPR. Komisioner KPU Wahyu Setiawan menjelaskan, penolakan tersebut terjadi karena KPU melanggar Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu.

Dalam UU tersebut, mantan napi yang sudah menjalani masa hukuman 5 tahun atau lebih boleh mencalonkan diri sebagai anggota legislatif selama yang bersangkutan mengumumkan diri ke publik mengenai kasus hukum yang pernah menjeratnya.
Namun, menurut Wahyu, KPU membuat terobosan bahwa khusus mantan napi korupsi.

Mereka tak boleh mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif sebab korupsi masuk dalam kejahatan luar biasa. "KPU dianggap melampaui kewenangannya, harusnya diputuskan oleh pengadilan. Tapi kita memperluas tafsir undang-undang itu, karena kan korupsi adalah kejadian yang sangat luar biasa," tegas Wahyu.

Wahyu pun menegaskan KPU mempunyai wewenang penuh menyusun aturan ini. Sebab, merujuk pada putusan MK Nomor 92/PUU-XIV/2016, KPU merupakan lembaga independen.

"Tampaknya kita menempuh jalan sendiri terkait napi koruptor, itu tampaknya kita berbeda pandangan. Kita pastikan akan dikeluarkan PKPU karena sesuai dengan hasil rapat pleno," kata dia.***