MEDAN - Masjid Raya Al-Mashun atau Masjid Raya Medan dikenal masyarakat karena sejarahnya. Masjid yang terletak di Jalan Sisingamangaraja, Kecamatan Medan Kota, Kota Medan ini didirikan oleh Sultan Deli kesembilan, yaitu Sultan Ma’mun Al Rasyid Perkasa Alam. Menurut sejarahnya, Masjid Raya Al-Mashun mulai dibangun pada 1906 dan rampung 1909, sekaligus digunakan yang ditandai dengan pelaksanaan salat Jumat pertama di masjid ini pada saat itu.

Namun tahukah Anda, jauh sebelum berdirinya Masjid Raya Al-Mashun ada satu masjid yang telah didirikan Sultan Deli ketujuh, yaitu Masjid Raya Al-Osmani. Masjid ini berada di Jalan KL Yos Sudarso, Labuhan Deli, Kecamatan Medan Labuhan. Masjid ini dibangun pertama kali oleh Sultan Osman Perkasa Alam.

Menurut Ketua Badan Kenaziran Masjid (BKM) Raya Al-Osmani, Ahmad Faruni, pembangunan masjid ini diawali pada tahun 1854 di masa Sultan Osman. Sesuai dengan nama yang membangunnya, maka masjid ini disebut dengan Masjid Raya Al-Osmani Labuhan Deli.

“Pembangunan masjid saat itu terbuat dari kayu dengan ukuran 16 x 16 meter, dengan bentuk panggung, karena melihat kondisi alam saat itu,” kata Faruni.

Di masa kejayaannya, Sultan Osman mendirikan rumah ibadah yang sangat sederhana. Salah satu tujuan pendirian rumah ibadah ini untuk mengumpulkan umat Islam, terutama Suku Melayu yang berkembang saat itu. Juga sebagai tempat sultan dan rakyatnya bertemu.

Sehabis masa Sultan Osman, digantikan sultan kedelapan, Sultan Mahmud Perkasa Alam, anak kandung Sultan Osman. Pada masa Sultan Mahmud terjadi perubahan besar-besaran Masjid Raya Al-Osmani. Awalnya terbuat dari kayu, menjadi batu permanen.

“Saat itu pembangunannya memakan waktu, karena arsitek asal Jerman memikirkan bagaimana membuat masjid ini tidak hanya popular pada zamannya, tapi juga populer di masa-masa akan datang,” ucap Faruni.

Dengan keuletan sang arsitek beserta Sultan Mahmod, akhirnya Masjid Raya Al-Osmani terbangun dan memiliki unsur arsitektur dengan beragam seni, mulai dari seni India, Timur Tengah, Eropa, China dan diselimuti oleh Melayu.

Untuk seni Eropa terlihat dari bangunan minimalis masjid. India dapat dilihat di ruang utama masjid, bagian atas masjid atau kubah mirip dengan Taj Mahal. Untuk Timur Tengah bisa dilihat dari tiang-tiang yang mirip dengan masjid di Timur Tengah.

Untuk seni China bisa dilihat dari pintu-pintu masjid dengan motif-motif China. Untuk Melayu Deli bisa dilihat dari dua warna pada Masjid Raya Al-Osmani, kuning yang dipadukan dengan hijau.

Warna Kuning melambangkan suku Melayu Deli dan Hijau melambangkan keislamannya. Artinya, Melayu sangat menjunjung tinggi adat budaya istiadat serta agama sebagai fondasi menegakkan agama Islam.

Sudah Tujuh Kali Renovasi

Faruni menyebut, sejak pertama kali berdiri, Masjid Raya Al-Osmani sudah lebih kurang tujuh kali renovasi, mulai dari pertama kali didirikan pada tahun 1854, dengan bahan kayu pilihan. Di tahun 1870 sampai 1872, dibangun menjadi bangunan permanen.

Kemudian dilakukan rehab oleh Deli Maatschappij, N.V. perusahaan Belanda, pada tahun 1927. Di tahun 1963 sampai 1964 dilakukan rehab oleh T. Burhanuddin, Dirut Tembakau Deli II. Tahun 1977 dilakukan rehab dari dana bantuan presiden di masa Wali Kota Madya KDH tingkat II Medan, yaitu H.M Saleh Arifin. Pada 1991 sampai 1992 dilakukan pemugaran atas prakarsa Wali Kota Madya KDH tingkat II Medan, H. Bachtiar Djafar.

“Pemerintah Kota Medan sangat peduli dengan Masjid Raya Al-Osmani ini, karena berstatus sebagai bangunan bersejarah atau cagar budaya serta masjid tertua di Kota Medan, sehingga harus dijaga bersama-sama,” ungkapnya. ***