MEDAN - Tim Kuasa Hukum Dosen Universitas Sumatera Utara (USU) menggelar konferensi pers terkait kasus dugaan ujaran kebencian yang dilakukan HDL (46). Dalam konferensi pers tersebut, Tim Hukum dari Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Medan menjelaskan soal kebenaran proses hukum, kondisi kesehatan HDL dan fakta yang ditemukan dalam kasus tersebut.

Sekretaris KAHMI Medan, Khairul Munadi mengatakan, tim hukum KAHMI yang mendalami kasus itu menyatakan bahwa HDL tidak ada menulis soal tiga bom terorisme di Kota Surabaya melalui media sosial.

"Kami tegaskan bahwa HDL tidak ada menulis soal bom di Surabaya. Di akun Facebook-nya tidak ada tulisan soal bom," ujar Khairul.

Terkait tulisan di akun Facebook HDL, tim kuasa hukum juga sudah menanyakan ke Polda Sumut mengenai alasan munculnya penggiringan opini soal bom di Surabaya.

"Polda belum memberikan jawaban soal isu bom yang muncul itu. Kepolisian diduga imajiner dalam memberikan keterangan pers. Dan keterangan pers, soal bom itu ditulis dan disebarkan. Akibatnya banyak media massa yang mengaitkan HDL menulis soal bom di Surabaya, padahal HDL tidak ada menulis soal bom. Tidak ada bukti soal itu," ungkap Khairul.

Selama proses penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian, sambung Khairul, ternyata HDL yang diduga melakukan ujaran kebencian dalam kondisi tidak sehat.

"Saat kami datangi HDL di Polda, kondisinya sangat lemah. Kita lihat kondisinya tertekan, dia sering menangis, pusing dan HDL juga mempunyai riwayat penyakit vertigo," ucapnya.

Karena kondisi kesehatan HDL semakin buruk, pihak kepolisian akhirnya membantarkan HDL ke RS Bhayangkara Medan.

"Kita menyayangkan Polda Sumut yang membawa HDL saat konferensi pers. Padahal kondisi HDL sangat lemah, buktinya dia dua kali pingsan saat konferensi pers di Polda Sumut," kata Khairul.

Setelah dibantarkan di RS Bhayangkara, keluarga dan tim kuasa hukum terus mendampingi dan memberikan dukungan untuk HDL.

"HDL dirawat di rumah sakit sejak hari Selasa. Saat dijenguk HDL terus menanyakan keadaan ibunya. HDL ini single parent yang merawat tiga anak dan ibunya. Banyak dukungan dari dosen dan mahasiswa serta masyarakat umum," ujarnya.

Terkait proses hukum, Khairul menjelaskan bahwa dalam menetapkan status tersangka HDL, pihak kepolisian hanya memeriksa dua saksi yakni anak HDL dan polisi yang melaporkan kasus itu.

Menurutnya, HDL ditahan sejak Sabtu (19/5). Lalu polisi segera melakukan gelar perkara dan pada Minggu (20/5) HDL dipaparkan sebagai tersangka kasus ujaran kebencian.

"Saksi yang diperiksa hanya dua orang dan itu juga dari kepolisian dan anak kandung HDL. Belum ada saksi ahli bahasa yang diperiksa," terangnya.

Khairul menjelaskan bahwa saat ini pihaknya tengah melakukan penangguhan kepada tim penyidik agar HDL bisa kembali beraktivitas.

"Kami sudah mengajukan penangguhan penahanan. Lagi pula kondisinya pasca dipaparkan di Polda Sumut sempat drop dan dua kali pingsan. HDL juga tulang punggung keluarga dan dosen pengajar di universitas. Dia juga kooperatif dalam proses hukum," jelasnya.

Sebelumnya, HDL diamankan di kediamannya di Jalan Melinjo II Komplek Johor Permai, Kecamatan Medan Johor, Kota Medan, Sabtu (19/5) malam.

  Dirinya diamankan karena salah satu postingan di akun Facebook-nya viral hingga mengundang perdebatan hangat netizen.

Dalam postingan HDL tertulis "Skenario pengalihan yang sempurna… #2019GantiPresiden".

Setelah statusnya viral, HDL langsung menutup akun Facebook-nya. Namun postingannya sudah telanjur di-screenshot netizen dan dibagikan ke media daring. ***