MEDAN - Tahun 2008 menjadi titik awal Ichwan Azhari mulai meneliti jejak sejarah peradaban kota yang terbenam di Paya Pasir, Medan Marelan, Kota Medan. Masih banyak misteri yang belum terkuak kendati peneliti dari luar sudah mencobanya sejak 1920-an.

Sejarawan Unimed itu mengatakan, saat dirinya masih studi di Jerman, situs Kota Cina disebut-sebut dan justru sebagai orang Medan kala itu tidak mengetahuinya. Beberapa waktu kemudian saat di Medan, ia mulai menelusuri keberadaannya dan membawa rombongan mahasiswa.

"Tidak ada tempat berteduh dan tak ada yang bisa menjelaskan. Tetapi warga bisa bilang, oh, Kota Cina di rumah kami. Itu lah makanya ada banyak pecahan-pecahan keramik. Baru tahu ini semua. Banyak sekali keramik," katanya.

Seperti yang dilakukan umumnya orang biologi dan fisika memiliki laboratorium, Ichwan kemudian mendirikan laboratorium sejarah. Situs Kota Cina, kata dia, juga ada di Keddah, Malaysia. Sama-sama memiliki candi, namun tidak seperti di Portibi atau Borobudur. Candi di Kota Cina seperti di Bali.

"Situs di Keddah, namanya Lembah Bujang. Ini situs yang hancur itu. Tapi karena situs ini berada di negara yang tidak salah urus, maka situsnya selamat. 2 juta orang pengunjung ke sini. Tapi kembarannya situs Kota Cina di negara yang salah urus," ucapnya.

Situs Kota Cina diperkirakan seluas 30 hektare dan baru sekitar 5% yang sudah dieskavasi. Banyak jejak-jejak sejarah yang masih berada di bawah rumah warga. Jika ingin dieskavasi, menurutnya Ichwan, warga dengan senang hati dipindahkan apalagi karena setiap tahun muka air naik 3 cm.

"Jadi 3 cm per tahun air nya naik. Akan menenggelamkan situs ini," ujarnya.

Menurut Ichwan, salah satu penyebab orang dulu datang ke Kota Cina adalah emas. Museum Situs Kota Cina saat ini mengoleksi 40 potong emas temuan di lokasi, baik oleh warga maupun mahasiswa yang meneliti. Dibeli oleh museum dengan harga lebih tinggi dari harga pasar. Situs Kota Cina adalah tempat peleburan emas dari Bukit Barisan.

"Emasnya tidak diekspor dalam bentuk batangan. Tetapi sudah diolah di sini. Selalu candi-candi yang ditemukan tidak jauh dari situs adalah tempat peleburan emas. Orang tamil itu dekat dengan emas. Kalau mau tahu harga emas naik itu di bulan 12. Karena ada ritual," ucapnya.

Dari temuan emas, bukan perkara berapa gram yang ditemukan, melainkan jejak peradabannya. Emas bisa menjadi bukti adanya peradaban penting dari India Selatan. Yang penting, kata Ichwan, mereka tidak mengekspor dalam bentuk batangan. Tetapi dilebur di sini baru diekspor.

"Intinya ini situs internasional yang sangat penting dalam sejarah dunia, masih misteri. Patung-patungnya terpotong. Ada bukti-bukti tiga kali diserang, dihancurleburkan. Siapa yang menghancurkan, kenapa dihancurkan, misteri. Siapa raja yang di sini misteri. Tapi tak mungkin sebuah kawasan selama 400 eksis tidak ada rajanya," jelasnya.

Tahun 1923, katanya, John Anderson di Labuhan Deli yang mengatakan adanya prasasti di kampungnya yang tak bisa dibacanya. Warga memintanya datang, namun Anderson tak sempat menjejakkan kakinya di Kota Cina, dan baru dibaca tahu 1970-an dimulai penelitian lagi, namun sampai sekarang tidak ditemukan.

Jika prasasti itu ditemukan, maka terungkaplah siapa raja dan kerajaannya berikut dengan daerah kekuasaannya. Menurutnya, tidak suatu kawasan ekonomi berumur lebih dari 400 tahun tidak ada rajanya,” ungkapnya.

Sementara sastrawan dan penyair Damiri Machmud mengatakan, ditelusuri dari sastra klasik maupun modern, baik kisah cerita, legenda atau dongeng tak pernah dengan pasti menyebut situs Kota Cina. Padahal setelah misterinya terkuak, beberapa puluh tahun lalu, banyak mata kemudian terbelalak.

"Tahun 1946 daerah ini seluas 40 hektare digali menjadi kubangan, padahal dulunya adalah pertanian rakyat, sekarang kita kenal dengan nama Danau Siombak, dibalik kemolekannya ada penderitaan," ungkapnya.

Beberapa waktu lalu saat seminar dan diskusi Membaca Tubuh Melayu Dari Situs Yang Terbenam, yang digelar Teater Rumah Mata terungkap bahwa Situs Kota Cina adalah satu dari tiga situs dunia yang sangat penting seperti Padanglawas dan Barus.

Kenapa penting, lanjutnya, karena temuan-temuannya sangat banyak, besar dan kurun waktunya panjang. Situs ini lebih tua dari Kota Medan. Sebab Kota Medan dimulai dari abad 19, belum dua ratus tahun. Tapi situs ini sudah eksis selama lima ratus tahun. Diserang, dibangun lagi, dan seterusnya.

"Dalam hal ini, yang perlu didorong adalah dilakukannya eskavasi yang bisa saja berlangsung lama. Tetapi yang penting adalah menyelamatkan situsnya terlebih dahulu, menyelamatkan kawasan, serta ganti untung kepada penduduk," tandasnya. ***