JAKARTA - Saat ini banyak pihak yang meminta agar penanganan terorisme di Indonesia melibatkan TNI.

Wakil Direktur Imparsial Gufron Mabruri menjelaskan tidak sembarangan melibatkan militer pada penanganan terorisme ini.

Dikatakan Gufron, dari sisi normatif, militer dapat diperbantukan untuk menanggulangi kasus teror di Indonsia dengan tiga syarat.

Pertama, kondisi objektif. Kepolisian tidak sanggup menanangani eskalasi yang berkembang. Kedua, atas permintaan kepolisian kepada Presiden untuk melibatkan TNI, dan ketiga, harus berdasarkan surat eksplisit dari Presiden," terang Gufron saat menjadi narasumber pada diskusi The Newsmaker Forum bertajuk Mengurai Benang Kusut Terorisme yang digelar Forum Jurnalis Muslim (Forjim) di Jalan Juanda, Jakarta Pusat, Sabtu (19/5/2018).

Pada kesempatan ini, Gufron menyinggung soal RUU Terorisme yang perlu dikoreksi bersama-sama. "Undang-Undang Terorisme hari ini harus dikoreksi bersama-sama. Sebab, banyak pasal baru yang melibatkan berbagai pihak, tetapi tidak substansial. Seperti penangkapan sewenang-wenang, perpanjangan masa penahanan dan korban dari peristiwa lain," terang Gufron.

Padahal, lanjutnya, dalam penanganan terorisme, pemerintah harus menjamin hak warga negara yang diatur dalam konstitusi. Rule of law menjadi alat mendasar dalam penanganan kasus terorisme.

"Regulasi (terorisme) itu sudah menjadi jalan yang tepat untuk asas proporsionalitas, akuntabilitas dan transparansi. Namun, ada persepsi salah dan keliru terkait jaminan pelindungan hak asasi manusia yang dianggap sebagai penghambat," ujar Gufron.***