MEDAN - Surat edaran yang dibuat Bawaslu Sumut tentang aturan kampanye selama Ramadhan menuai kecaman. Elemen rakyat menanti sikap pengawas Pemilu itu menarik suratnya dan meminta maaf kepada rakyat Indonesia. "Saya baca berulangkali surat itu. seolah tak yakin itu dibuat oleh orang yang tahu agama dan tahu menghormati agama," ujar Pengamat Sosial Politik UMSU, Shohihul Anshor Siregar, Sabtu (19/5/2018).

Menurut Shohibul, bisa saja komisioner Bawaslu Sumut secara pribadi tak begitu hirau dengan kehidupan sebagai pemeluk agama tertentu. Tetapi, sambung dia, komisioner Bawaslu Sumut mestinya sadar sesadar-sadarnya bahwa mereka bekerja dalam sistem politik Indonesia yang berpancasila.

"Pancasila itu induknya Ketuhanan Yang Maha Esa dan basisnya agama. Tidak mungkin faham Ketuhanan Yang Maha Esa hidup di Indonesia tanpa berbasis pada ajaran agama. jika sejarah ditelusuri dengan benar, andil ajaran tauhid dari Islam sangat dominan," kata Shohibul.

Shohibul memberi waktu kepada Bawaslu Sumut menarik surat itu dan menyatakan permohonan maaf kepada rakyat Indonesia yang menjalankan demokrasinya dengan kekayaan nilai-nilai agama yang luhur.

"Jika Bawaslu merasa suratnya sudah benar maka urusan rakyat Indonesia adalah memberhentikan mereka sesuai mekanisme. DKPP jangan mendiamkan masalah amat serius ini," kata dia.

. Sebelum surat itu beredar, Komisioner Bawaslu Sumut Aulia Andri sudah menyampaikan poin larangan melalui akun fesbuknya.

Kenapa larangan seperti ini muncul padahal tahun sebelumnya tak pernah ada?

Menjawab itu, Shohibul menegaskan penyelanggara Pemilu harus netral.

"Pertanyaannya siapa diuntungkan oleh Aulia Andri? Syarat jadi penyelenggara pemilu itu netral. Bukan salah rakyat, jika Djoss tak bisa full berperan seperti di Bulan Ramadhan. Tetapi jangan malah agama direndahkan," kata Shohibul.

Beberapa elemen menduga, aturan yang dibuat Bawaslu ini karena terkoneksinya Aulia Andri dengan Ketua Tim Pemenangan Djoss, Jumiran Abdi. Jumiran Abdi merupakan ayah kandung Aulia Andri.

Menyinggung soal itu, Shohibul menggarisbawahi bahwa semua variable wajib dihitung.

"Jika ayahnya konon menjadi ketua tim pemenangan Djoss, mari dipertimbangkan adakah masalah yang dapat muncul akibat conflict of interest ini," tukas Shohibul.

Surat Bawaslu Sumut itu berisikan di antaranya yakni pasangan calon, tim kampanye, partai politik dan relawan dilarang menyampaikan ucapan selamat menyambut Bulan Ramadhan, ucapan menjalankan ibadah puasa, selamat sahur, selamat berbuka menjelang magrib, selamat nuzul Quran, serta ucapan selamat Hari Raya Idul Fitri dalam bentuk iklan di televisi, radio, media cetak dan elektronok, penyebaran jadwal imsakiyah, buku saku tuntutan ibadah Ramadan, selebaran serta brosur. 

Kemudian, pasangan calon, tim kampanye, partai politik dan relawan juga dilarang menyampaikan kuliah atau ceramah selama bulan Ramadan dan Idul Fitri di tempat ibadah serta dilarang membagikan infaq, sedekah, tunjangan hari raya, bingkisan lebaran yang bertujuan kampanye.*