MEDAN - Kontroversi surat Bawaslu Sumut soal larangan infak dan sedekah selama Ramadan berbuntut panjang. Sejumlah kecaman mengemuka, termasuk dari KNPI Sumut yang mengusulkan agar Komisioner Bawaslu Sumut yang muslim disyahadatkan ulang. "Komisioner Bawaslu Sumut yang muslim sepertinya harus disyahadatkan ulang. Yang menilai ibadah itu tulus dan ikhlas cuma Tuhan Allah Swt, bukan Bawaslu," kata Ketua Pokja Humas KNPI Sumut Ika Anshari, Jumat (18/5/2018).

Menurut Ika, sebaiknya dalam membuat sebuah peraturan yg berkenaan dengan ajaran agama khususnya syariat Islam, Bawaslu sebaiknya berkordinasi dengan MUI.

"Bila itu sudah, maka Bawaslu harus mengumumkannya dibarengi unsur pengurus MUI. Jangan ujuk-ujuk keluarkan surat yang menyakiti dan memecah-belah umat. KNPI Sumut menyatakan perang terhadap upaya memecah-belah bangsa," kata Ika Anshari.

Terpisah, Wakil Ketua Komisi A DPRD Sumatera Utara Muhri Fauzi Hafiz menyayangkan keluarnya surat edaran tersebut.

Menurut Muhri, surat tersebut menyinggung persoalan ibadah umat Islam di bulan suci Ramadhan 1439 H.

"Sepanjang yang saya ketahui, baru tahun ini ada edaran seperti itu. Tahun-tahun sebelumnya tidak ada," kata Politisi Demokrat tersebut.

Menurutnya, jika motif surat tersebut dikeluarkan untuk melawan politik uang dan ujaran kebencian, semestinya yang dilakukan Bawaslu adalah melakukan penegakan hukum terhadap banyaknya pelanggaran yang terjadi.

"Mulai dari ASN yang tidak netral, bagi-bagi sembako, sumbangan-sumbangan proposal, sampai nanti di hari H pencoblosan dan Minggu tenang tegas-tegas dan terang benderang memberantas politik uang. Tangkap dan diskualifikasi pasangan calonnya, itu yang benar, bukan membuat surat edaran dengan alasan bulan suci Ramadhan yang dapat menimbulkan keresahan dan multitafsir di masyarakat," tegas Muhri.

Menurutnya, larangan Bawaslu Sumut harus dilawan.

"Ini sesuatu yang harus dilawan, apalagi pernyataan ulama kita yang menganjurkan berpolitik dari masjid dengan dasar kitab suci tidak ada larangan apapun," tukas Muhri.*