SIANTAR - Berbagai elemen etnis Simalungun menyatakan Pemko Siantar telah melecehkan keberadaan etnis Simalungun di Siantar. Pasalnya, dalam berbagai tindakan Pemko tidak menghormati keberadaan etnis Simalungun.

Hal ini dikeluhkan berbagai elemen Simalungun yang mendatangi DPRD Siantar, Selasa (17/4/2018). “Kami tidak meminta proyek. Kami hanya meminta agar Suku Simalungun di Siantar dihormati,” tegas Minten Saragih, Ketua Partuha Maujana Simalungun (PMS) Siantar yang mewakili sejumlah elemen Simalungun yang mendatangi DPRD itu.

Minten menyebutkan belakangan ini sangat jelas semenjak dipimpin Walikota Hefriansyah keberadaan Suku Simalungun sepertinya dianggap tidak ada di Siantar. Misalnya, katanya, dalam berbagai kesempatan Hefriansyah sering menyebut bahwa Kota Siantar tidak didiami suku tertentu saja. Padahal, kata Minten, Kota Siantar secara historikal merupakan tanah leluhur Suku Simalungun.

Ditambahkannya, Walikota Hefriansyah juga mengangkat Kadis Parawisata yang tidak mengerti adat dan budaya Simalungun sehingga menjadi pemicu budaya Simalungun tidak ditonjolkan di Siantar. “Karena itu kami meminta agar Kadis Parawisata yang sekarang dicopot. Tidak perlu harus orang Simalungun tapi harus mengerti adat dan budaya Simalungun,” tegasnya.

Kehadiran berbagai elemen itu diterima pimpinan DPRD Siantar bersama sejumlah anggota DPRD di Ruang Rapat Ketua DPRD Siantar. Pertemuan ini untuk menindaklanjuti penyampaian aspirasi sejumlah elemen etnis Simalungun yang tempo hari mendatangi Komisi II DPRD Siantar mengaspirasikan bahwa Pemko Siantar telah melecehkan keberadaan Etnis Simalungun di Siantar. Saat itu Komisi II DPRD berjanji akan memediasi pertemuan antar Pemko Siantar dan Pemko Siantar. Berbagai elemen yang hadir menyampakan aspirasinya antara lain selain PMS Siantar, ada Ihutan Bolon, Himpunan Mahasiswa dam Pemuda Simalungun (Himapsi), serta Usaha Penyelamatan Aset Simalungun (UPAS). Sementara dari Pemko Siantar hadir Sekda Budi Utari, Kadis Parawisata dan sejumlah pejabat di lingkungan Pemko Siantar.

Mengawali pemaparannya, Sekretaris PMS Siantar, Rohdian Purba mengungkapkan asal muasal tanda-tanda Pemko Siantar sangat tidak menghormati keberadaan etnis Simalungun di Siantar dimulai dengan tidak dilibatkannya elemen Simalungun dalam pelaksanaan PRSU di Medan yang saat ini sedang berlangsung.

Selanjutnya, ungkap Rohdian, dalam kerangka menyemarakkan HUT Kota Siantar, Pemko Siantar dalam hal ini Dinas Parawisata menonjolkan brosur Siantar Kota Pusaka. Pemuatan kata “Pusaka” ini, lanjut Rohdian, sangat mengiris hati etnik Simalungun sebab dengan memakai kata tersebut seolah-olah hendak menyampaikan pesan bahwa berbagai budaya leluhur telah punah di Simalungun alias mengingkari keberadaan etnis Simalungun. “Padahal kita ketahui, keberadaan etnis Simalungun masih eksis di Siantar,” katanya.

Selanjutnya, hal yang melecehkan lainnya adalah hingga Saat ini Pemko Siantar belum merealisasikan pembangunan Tugu Sang Nawaluh sebagai penghormatan bagi Raja Siantar sebelum Kemerdekaan RI itu. Dikatakan Rohdian, sebagai pemangku adat di Simalungun, PMS sudah mengingatkan agar dalam mebuat kebijakan Pemko Siantar melibatkan elemen Simalungun. “Namun, himbauan kami tidak pernah didengar,” katanya.

Saat berkesempatan memberikan tanggapan atas aspirasi elemen Simalungun itu, Sekda Kota Siantar, Budi Utari, mengatakan tidak ada niat Pemko Siantar melecehkan etnis Simalungun. Malah berkali-kali diakuinya bahwa Kota Siantar merupakan kota leluhur etnik Simalungun sehingga semua pihak wajib menghormatinya. Menyangkut aspirasi berbagai elemen Simalungun, kata Budi, pihaknya bersedia membuka komunikasi sehingga tidak terjadi kegaduhan lagi.

Menyangkut pembangunan Tugu Sang Nawaluh, Budi menyatakan pihaknya tetap akan merealisasikan pembangunan sebab dana sedah tersedia. “Dalam merealisasikan pembangunan itu kita akan berkordinasi dengan elemen Simalungun,” katanya.

Semntara itu, menyangkut pelecehan yang dimaksud elemen Simalungun yakni adanya tudingan tidak diibatkannya etnis Simalungun dalam even PRSU, Kadis Parawisata Fatimah Siregar, menyatakan minta maaf jika elemen Simalungun seolah tidak dilibatkan. Tapi, Fatimah mengklarifikasi bahwa dalam even PRSU berbagai seni dan budaya Simalungun dipertunjukkan seperti penampilan tortor somba.

Selanjutnya, menyangkut pemakaian kata “Kota Pusaka” dalam brosur rencana HUT Siantar, Fatimah menyebut pemakaian itu bukan untuk menghilangkan keberadaan etnis Simalungun namun untuk menyambungkan program nasional Kementerian Parawisata yang menonjolkan keberadaan Kota Pusaka. “Pemakaian Kata Pusaka agar Kota Siantar mendapat kucuran dana dalam pengembangan Parawisata. Saya memikirkan pengembangan Parawisata Siantar beberapa tahun ke depan. Jadi, jika karena itu saya lakukan maka saya minta maaf,” katanya.

Pertemuan Pemko Siantar dengan sejumlah elemen Simalungun itu diakhiri dengan kesepakatan diadakannya pertemuan koordinasi selanjutnya berupa pelibatan elemen Simalungun dalam membuat kebijakan menyangkut etnis Simalungun di Siantar.