JAKARTA - Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Jasra Putra menyebutkan, saat ini terdapat 10 juta anak dari 80 jutaan anak yang terlibat dalam pilkada di 171 daerah sekitar 10 juta anak.

Hal ini ia ungkapkan saat menjadi narasumber Diskusi Press Room Koordinatoriat Wartawan Parlemen, dengan tema "Undang-Undang Pemilu dan Peraturan KPU soal Larangan Pelibatan Penyalahgunaan Anak saat Kampanye", Selasa (17/4/2018), di Gedung Nusantara III, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta.

"Mereka ini harus dilindungi dari kepentingan politik praktis," ujar Jasra.

Dari hasil pendataan yang ia lakukan, setidaknya ada tiga parpol besar yang terindikasi melakukan jumlah pelanggaran kampanye dengan mengekpoloitasi anak sejak 2014. “Kami juga telah mengumumkan partai mana saja yang melakukan eksploitasi anak, terbukti ada tiga partai yang banyak menggunakan anak yakni PDIP, Gerindra, dan Golkar," sebut dia.

Untuk itu, dirinya berharap kedepan seluruh parpol peserta pemilu memprioritaskan pelarangan anak mengikuti kampanye. "Kita berharap semua pihak membuat isu ini muncul disetiap pesta demokrasi dan mencari solusi," harapnya.

Selain itu, Jasra berharap Komisi II DPR bisa membuat regulasi yang komprehensif khusus anak. Kalau tidak, hal itu bisa diatur melalui Peraturan Komisi Pemilihan umum (PKPU) atau peraturan Bawaslu. 

Sementara itu, Ketua Komisi II DPR Zainuddin Amali juga meminta kepada Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), agar mengungkap dugaan keterlibatan anak dalam kampanye. Sebab kata dia, selama ini anak-anak yang dilibatkan dalam kampanye pemilu belum menjadi isu mainstream politik Indonesia.


Amali juga menegaskan, undang-undang harus mengatur dengan tegas berikut sanksi yang diterapkan bagi peserta pemilu yang melibatkan anak-anak dalam kampanya Pemilu. "Aturannya harus tegas dan jelas bagi yang melanggar dan sengaja mengerahkan anak-anak dalam kampanye," tegas Amali.

Amali menyarankan kepada partai peserta pemilu agar menyediakan tempat bagi anak yang dibawa oleh orang tuanya saat kampanye. Seperti penitipan dengan fasilitas pengamanan dan lain-lain. "Karena orang tua selalu beralasan klasik, yaitu tidak ada yang jaga di rumah," ucapnya.

Dia berharap KPAI secara reguler mengumumkan partai mana yang melanggar. “Ini harus berani dan penting diumumkan agar berpengaruh terhadap masyarakat soal partai itu, sehingga partai memiliki kesadaran terhadap anak-anak," saran dia.

Dengan adanya pengumuman tersebut, kata Amali nantinya bisa dijadikan alat bukti untuk menggugat partai-partai yang melanggar aturan. "Terserah seperti apa KPAI merumuskan itu," tukasnya.
Selain itu, Amali juga mengusulkan agar isu perlindungan anak menjadi salah satu topik perdebatan pada setiap debat calon kepala daerah setiap pemilihan kepala daerah (Pilkada). Sebab, kata dia, selama ini isu perlindungan anak lebih banyak masuk pada tema besar sektor kesejahteraan rakyat. “Padahal isu perlindungan anak sangat penting dijadikan ajang perdebatan mengingat seringnya terjadi ekspoitasi anak saat pemilu,” sebut dia.

Lebih lanjut Amali menilai ada yang salah bagi partai politik dalam melakukan kegiatan kampanye. Menurut dia, banyaknya massa dalam satu kegiatan kampanye belum tentu partai itu akan menang dalam pemilihan.

"Kecenderungan kita masih melibatkan masa, karena makin banyak yang ikut menandakan paslon akan unggul padahal belum tentu," kata Amali.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengungkapkan, dalam kampanye baik pilkada, pileg, dan Pilpres eksploitasi anak selalu terjadi. Padahal, kata dia, cara itu tak dapat dibenarkan karena bentuk dalam mengabaikan perlindungan anak. "Kalau alasannya memberikan pendidikan politik, tidak harus melalui kampanye terbuka di tempat umum," ujar Titi.

Menurut Titi masih banyak masih banyak format kampanye yang lebih ramah anak. Dia mencontohkan, melalui media sosial, iklan, debat publik yang edukatif dan pengetahuan lainnya yang sesuai dengan anak-anak. "Jadi, memberikan kesadaran politik pada anak-anak itu tidak selalu melalui kampanye terbuka," kata Titi.

Untuk itu, dia meminta Partai Politik (Parpol) bersama Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) agar memprioritaskan isu pelanggaran kampanye menggunakan anak dibawah umur. "Kami mendorong isu ini sebagai prioritas karena, bagaimana komitmen kita terhadap masa depan bangsa," tandasnya. ***