SIBOLGA - Calon Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi menyesalkan adanya upaya-upaya yang ingin merusak tatanan demokrasi Indonesia jelang Pemilihan Kepala Daerah Provinsi Sumatera Utara 27 Juni 2018 mendatang. Salah satunya dengan mengangkat isu agama yang seolah mengiring masyarakat untuk memilih calon pemimpin yang sesuai dengan agama dan keyakinan yang dianut masyarakat. 

"Saya terkejut dan merasa ini tidak bisa ini dibiarkan. Saya perlu sampaikan agar tidak terpecah belah kita ini. Saya dibilang yang mau mengislamkan orang kristenlah. Jangankan mengajak atau membujuk orang masuk agama saya, menggangu agama lain beribadah saja dalam Islam itu haram hukumnya. Ini kan sudah tidak benar namanya," ujar Edy saat bersilaturahmi dengan masyarakat, tokoh agama, tokoh adat dan relawan Eramas di Kota Sibolga Sabtu (14/04/2018).

Hadir dalam kegiatan tersebut Korda Tim Relawan Pemenangan Eramas Kota Sibolga, Toni Hutape, Tokoh Agama Nasrani Pdt D Hutabarat, tokoh adat H Munthe, dan sekretaris D Sibarani sekretaris Tim Relawan Pemenangan Eramas Kota Sibolga. 

Kekesalan ini, lanjut Edy, dirasakannya saat dirinya mengunjungi Kepulauan Nias beberapa waktu lalu. Saat itu ada seorang warga yang melontarkan kepadanya soal isu dirinya akan mengislamkan masyarakat Nias jika terpilih sebagai Gubernur. 

Ditegaskan Edy, dirinya terpanggil masuk dalam bursa pemilihan Gubernur Sumut karena tidak ingin masyarakat Provinsi Sumatera Utara yang kaya akan adat istiadat, budaya, agama dan sumber daya alamnya kian terpuruk dibandingkan provinsi lain.

Padahal, menurut Edy, kekayaan yang dimiliki Sumut tersebut merupakan surga kecil pemberian Tuhan yang seharusnya bisa mengangkat kesejahteraan masyarakatnya. 

"Kenyataannya, sampai saat ini rakyat Sumut termasuk di Sibolga ini masih ada yang tidak cukup makan sehari tiga kali. Masih saja kita ribut dengan hal-hal yang tak penting. Apa yang tidak kita miliki di Sumut ini. Tambang emas, batubara, gas, minyak, perkebunan, semuanya ada. Tapi kenapa masyarakat kita tidak sejahtera. Tentu ada yang salah dan ini harus segera kita perbaiki kalau tak ingin anak cucu kita kelak yang merasakan penderitaannya," tegas Edy. 

Menyinggung soal isu agama yang dihembuskan untuk memecah belah semangat demokrasi, kembali ditegaskan Edy secara ikhlas dan sadar.

Dirinya mencopot pangkat dan jabatannya sebagai Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan (Pangkostrad) ingin menjadi pemimpin di Provinsi Sumut yang di dalamnya ada masyarakat dengan keberagaman suku, adat, budaya dan agama. 

"Saya ini mau jadi Pemimpin Sumut, bukan mau jadi pemimpin salah satu agama. Saya ini Islam, dan Islam itu Rahmatan Lil alamin. Rahmat bagi seluruh alam ini. Jadi jangan ragukan keislaman saya dan jangan ragukan nasionalis saya," tegasnya.

"33 tahun saya ini jadi prajurit menjaga keutuhan NKRI ini. Dua tahun lagi saya seharusnya pensiun. Tapi saya harus pensiun karena tak ingin Sumut ini semakin kehilangan Martabatnya," ujar Edy disambut tepuk tangan meriah ribuan warga yang hadir. 

Kembali ditegaskan Edy, tidak ada satu agama pun di dunia ini yang mengajarkan keburukan. Termasuk juga umat Islam dan Kristen yang sudah ada dan hidup rukun sebelum Indonesia merdeka.

Oleh karenanya, dalam kesempatan tersebut Edy mengharapkan peran serta tokoh-tokoh agama dan ulama untuk berkontribusi menjaga kedamaian di Sumut khususnya jelang Pilkada ini. 

"Saya berharap Pak Ustad, Pak Pendeta dan tokoh agama lainnya, mari kita jaga Kampung besar kita ini agar tetap damai. Doakan saya dan kita semua masyarakat bisa mewujudkan Sumut Bermartabat," pungkasnya.