Medan - Diskusi antara Pemkab Toba Samosir (Tobasa), Direksi Badan Otorita Danau Toba (BODT) dan Raja-raja Bius Motung, Kecamatan Aji Bata tentang penyerahan sebagian wilayah adat mereka menjadi kawasan otorita masih terus berlangsung.

Masyarakat Motung yang diwakili Raja-raja Bius Motung tetap menolak penyerahan sebagian lahan adat mereka kepada BODT.

Raja-raja Motung mempublis anggaran dasar Sidua Harajaon Bondar yang mengatur terkait kepemilikan dan aturan pengelolaan wilayah adat Motung itu.

Anggaran dasar Sidua Harajaon Bondar itu ditulis di Motung tanggal 15 Agustus 1952 di atas kertas segel/cap Garuda Pancasila. Dalam anggaran dasar itu dijelaskan kepemilikan bersama, aturan dan tata kelola irigasi, hak dan tanggung jawab pemangku adat Bius Motung serta denda bagi pencuri kayu.

Dalam keterangan persnya, Sahat Gurning dari Forum Pemuda Toba (FPT) menyebutkan, masyarakat yang diwakili Raja-raja Bius Motung menolak penyerahan sebagian lahan mereka kepada BODT.

Menurut mereka, penyerahan itu dilakukan secara sepihak. Karena itu mereka mempublis Anggaran Dasar Sidua Harajaon Bondar yang selama ini menjadi dasar hukum dan aturan yang mengatur kepemilikan dan pengelolaan bersama wilayah adat itu, kata Sahat.

Namun hal itu dibantah pihak BODT. Kepada media baru-baru ini, Dirut BODT, Ari Prasetyo menjelaskan, pihaknya telah berkoordinasi dengan perwakilan desa dan bahkan telah melakukan rapat terkait studi Amdal.

Seperti diinformasikan sebelumnya, setelah dipetakan pada tanggal 10 November 2017 atas permintaan keturunan Raja Bius Motung 4 marga (Manurung, Sitorus, Ambarita dan Sirait) luas areal dimaksud +/- 300 Ha.

Namun setelah dikonfirmasi ke Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara bahwa status areal yang dimaksud berdasarkan SK. 579 Menhut-II/2014 : 75 Ha APL dan sisanya hutan lindung/negara.

Polemik muncul setelah terbitnya SK. 92 Menhut/Setjen/PLA.2/2/2018 pada tanggal 15 Februari 2018, seluas +/- 121,5 Ha.

Dimana areal yang dimaksud diberikan kepada BODT atas nama Gubernur Sumatera Utara melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia mengacu dari penunjukan Zona Otoritatif BODT pada Perpres No. 49 tahun 2016 yang ditandatangani Presiden Republik Indonesia Joko Widodo.