Medan - Sebanyak 833 orang (74 persen) dari 1.100 anak di Kota Medan dan Kabupaten Deliserdang mengaku pernah mengalami kekerasan fisik seperti dipukul, dicubit, ditumbuk dan dihukum di kelas.

Kekerasan psikis yang dialami adalah dimarahi, dicubit, di-bully dan diejek. Sedangkan kekerasan seksual yang dialami anak seperti pelecehan seksual.

Direktur Eksekutif Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA), Keumala Dewi mengatakan, dari 1.100 orang anak yang mereka wawancara (528 orang laki-laki dan 572 orang perempuan) di Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang, ditemukan jumlah anak yang mengalami kekerasan masih tinggi.

“Penelitian ini menjelaskan kembali bahwa pelaku kekerasan terhadap anak umumnya adalah orang-orang di sekitar anak atau orang terdekat anak seperti teman, ibu, ayah, guru dan abang,” kata Keumala di Medan.

Misran Lubis selaku koordinator penelitian menyebutkan, jenis penelitian partisipatif berjudul Situasi Anak yang Berhadapan dengan Hukum di Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang. Penelitian dilakukan pada Desember 2017-Februari 2018.

Misran yang berstatus Senior Program Officer PKPA menjelaskan, penelitian dilakukan bersama Komite Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (KPATBM) dan Forum Anak Kelurahan Deli Tua, Forum Anak Kelurahan Aur dan Forum Anak Desa Kolam, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, atas dukungan Asian Community Trust (ACT) Japan.

“Penelitian ini merupakan bagian dari upaya PKPA untuk membuka ruang partisipasi bagi anak, agar mereka memahami situasi anak di lingkungannya. Dari 1.100 responden, 320 anak bersekolah di tingkat sekolah dasar, 465 anak tingkat sekolah menengah pertama dan 315 anak tingkat sekolah menengah atas,” jelasnya.

Perwakilan Forum Anak Kelurahan Deli Tua, Meutia Anggraini menyebut, kekerasan yang dialami anak cenderung tidak dilaporkan. Karena informan menganggap kekerasan yang mereka alami akibat kesalahan anak itu sendiri atau sebagai tindakan yang sudah biasa mereka alami.

“Penelitian ini menemukan, kekerasan terhadap anak seperti memukul, mencubit, menumbuk, menghukum anak didik di kelas, memarahi, mengejek atau merepeti anak masih dianggap wajar sehingga menjadi masif di masyarakat sampai sekarang,” papar Meutia.