Medan - Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Sumatera Utara (Sumut) mempertanyakan program sertifikasi tanah atau Pendaftaran Tanah Sistem Lengkap (PTSL), yang hingga saat ini belum menyentuh lahan-lahan eks HGU PTPN II.

Padahal, di antara lahan yang tersebar di Kabupaten Deliserdang dan beberapa daerah lainnya itu, sudah tidak lagi HGU PTPN II dan sudah lama dikuasai masyarakat secara fisik. Bahkan, sudah banyak yang menjadi kawasan pemukiman penduduk yang padat dan kompak.

Pertanyaan tersebut disampaikan Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut Abyadi Siregar menanggapi wartawan. Menurut Abyadi, masalah ini perlu diketahui Presiden Joko Widodo. Terlebih belakangan begitu gencarnya tudingan pembohongan sertipikasi tanah.

“Kita merasa heran saja, kenapa program sertipikasi tanah atau PTSL yang dibegitu sangat gencar dilakukan pemerintah melalui Kementerian Agraria dan BPN itu, belum juga masuk ke lahan-lahan eks HGU PTPN II. Padahal petanya begitu sangat mudah. Banyak bidang tanah yang tidak lagi bersengketa. Karena kawasan itu sudah menjadi pemukiman yang padat dan kompak. Tapi kenapa belum juga menjadi prioritas program pemerintah untuk diikutkan dalam program sertipikasi atau PTSL tersebut? Pak presiden perlu tau masalah ini,” tegas Abyadi Siregar dalam pesan elektroniknya.

Abyadi menjelaskan, sampai saat ini belum ada lahan eks HGU PTPN II yang sudah disertipikatkan dalam program sertipikasi tanah atau PTSL. Padahal program sertipikasi tanah atau PTSL ini sudah berlangsung beberapa tahun. Di Sumut sendiri sudah dimulai sejak tahun 2016.

Di Provinsi Sumut, sampai tahun 2017 ini sudah tersertipikasi seluas 290.000 bidang tanah. Dengan rincian 40.000 bidang tanah pada tahun 2016 dan 250.000 bidang tanah pada tahun 2017. Tahun 2018 ini ditargetkan seluas 320.000 bidang.

“Sayangnya, dari 290.000 bidang yang sudah disertipikasi itu, belum ada lahan dari eks HGU PTPN II,” jelas Abyadi Siregar.

Abyadi mengaku sudah mendengar informasi bahwa Pemprov Sumut saat ini sudah tiga tahap mengajukan permohonan penghapusbukuan lahan eks HGU PTPN II itu ke Menteri BUMN. Termasuk lahan 5.873 Ha yang tidak lagi diperpanjang dari HGU PTPN II. “Tapi, informasi ini masih perlu dikonfirmasi untuk kepastiannya,” kata Abyadi.

Permohonan penghapusbukuan ini, lanjut Abyadi Siregar, dimaksudkan agar lahan eks HGU itu dihapus dari aset PTPN II. Setelah penghapusan itu, baru dapat didistribusikan kepada masyarakat yang selama ini telah menguasai secara fisik.

Sejalan dengan itu, Abyadi Siregar mengingatkan agar pemerintah sebaiknya memprioritaskan program sertipikasi tanah atau PTSL di Sumut terhadap lahan-lahan eks HGU PTPN II. Ini penting menjadi prioritas karena beberapa pertimbangan.

Misalnya, karena konlik lahan eks HGU PTPN II sudah terjadi sejak lama. Bahkan sudah menelan banyak korban jiwa. Ini terjadi karena masyarakat sudah menguasai lahan tersebut secara fisik sejak lama.

Ini diawali karena PTPN II sendiri cenderung membiarkan lahannya kosong dalam waktu yang cukup lama. Akibatnya, masyarakat yang memang tidak punya lahan pemukiman, akhirnya menguasai lahan tersebut. Masyarakat kemudian membangun rumah. Sehingga banyak lahan itu yang kini sudah menjadi kawasan pemukiman yang padat dan kompak.

“Nah saya kira, ini jangan dibiarkan berlarut-larut. Jangan biarkan masyarakat berada dalam penuh ketidakpastian. Masyarakat sudah mengeluarkan uang banyak untuk membangun rumah pemukiman utuk keluarganya. Karena itu, pemerintah harus segera bertindak melalui program reforma agraria, khususnya program sertipikasi tanah atau PTSL,” katanya.

Abyadi juga mengingatkan, agar pemerintah baik Pemprov Sumut maupun pemerintah pusat, baik Kementerian BUMN maupun Kementerian Agraria, harus berhati-hati dalam hal ini. Jangan sampai mengusulkan lahan kepada orang per orang atau perusahaan dalam jumlah yang banyak.

Bila ini terjadi, itu sama artinya Pemptov Sumut membuat distribusi lahan eks HGU ini jadi sumber konflik besar. “Saran saya, prioritaskan dulu menyertipikasi tanah yang sudah ada bangunan rumahnya yang sudah dihuni. Ini dulu diutamakan,” tegas Abyadi.

Abyadi siregar juga mengingatkan Kementerian BUMN agar segera mengabulkan permohonan Pemprov Sumut. Tentu sebaiknya harus ada verifikasi. Kementerian BUMN mestinya lebih mengutamakan usulan yang sudah ada bangunan rumahnya. “Karena ini jumlahnya sangat banyak,” tegas Abyadi Siregar.