Medan - Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Sumatera Utara menilai banyak pelayanan publik yang diselenggarakan pemerintah di Sumut belum sesuai Undang-undang Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

Maka diperlukan keterlibatan masyarakat dalam melakukan pengawasan. Hal ini dinyatakan Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Sumut Abyadi Siregar dalam Sosialisasi dan Seminar 18 Tahun Ombudsman RI.

Pentingnya sinergi antara Ombudsman dengan masyarakat karena masyarakat merupakan pengguna langsung layanan dan pengawas eksternal yang diatur undang-undang.

“Selain itu, karena SDM kita yang terbatas untuk mengawasi 33 kabupaten dan kota di Sumut ini, penyelenggaraan pelayanan publik kita kacau,” ungkap Abyadi.

Lanjut Abyadi menjelaskan, sesuai Undang-undang Nomor 25 tentang Pelayanan Publik, harusnya setiap instansi pemerintah memampangkan atributisasi standar layanan yang dapat dilihat masyarakat sehingga masyarakat mengetahui alur pengurusan pelayanan. Misalnya, dalam mengurus KTP, berapa lama jangka waktu dan tarifnya.

“Banyak yang belum melakukan ini, harusnya gratis tapi dikutip biaya. Masyarakat harus kritis mempertanyakan standar layanan kepada penyelenggara layanan publik karena itu haknya,” ujar Abyadi.

Keterlibatan peran serta masyarakat dalam mengawasi pelayanan publik sudah dilakukan dengan membentuk jejaring Ombudsman. Jejaring ini menjadi perpanjangan tangan Ombudsman dalam mengawasi pelayanan publik.

“Karena banyak masyarakat tidak tahu cara melaporkan terjadinya maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik,” tegas Abyadi.

Pengamat hukum dari Universitas Sumatera Utara (USU), DR Mirza Nasution mengatakan, peran dan tugas Ombudsman RI sebagai lembaga negara pengawas penyelenggaraan pelayanan publik perlu diberi kewenangan penindakan layaknya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sehingga dapat menekan kasus korupsi di Indonesia, khususnya di Sumut.

Kalau memang serius, kata dia, Ombudsman sebagai lembaga negara yang berpihak kepada rakyat tidak sekadar diberi fungsi pengawasan saja, tapi juga penindakan.

Untuk mengatasi persoalan korupsi, Ombudsman harus setara dengan KPK yang dapat menindak pejabat atau penyelenggara negara yang melakukan pelanggaran. Sebab, korupsi bermula dari pelanggaran administrasi. “KPK itu hilir, hulunya ya Ombudsman. Korupsi kan massif, terstruktur dan sistematis.

Kewenangan penindakan sangat penting karena Ombudsman lahir di era reformasi. Tugas utamanya membantu pengawasan lembaga legislatif yang fokusnya berpihak kepada hak-hak rakyat,” ujar Mirza.

Kalau hanya pengawasan saja, lanjutnya, tidak bisa menjamin tindakan-tindakan sewenang-wenang atau melanggar hukum oleh penyelenggara negara atau pejabat negara bisa diberi sanksi.