JAKARTA - Menurut INDEF, utang luar negeri Indonesia diprediksi sudah tembus hingga Rp 7.000 triliun, angka ini sungguh fantastik, apalagiutang tersebut tidak dapat diasumsikan sebagai utang yang produktif.

Direktur Eksekutif Bimata Politica Indonesia (BPI) Panji Nugraha mengatakan, utang luar negeri Indonesia mendapat peringatan lampu kuning dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF).

Pasalnya, menurut INDEF utang luar negeri Indonesia diprediksi sudah tembus hingga Rp. 7.000 T dan sesalnya utang tersebut tidak dapat diasumsikan sebagai utang yang produktif.

“INDEF atas hasil kajiannya bukanlah Asbun dan tidak dianggap kategori hoax, artinya ini adalah kritikan sehat dari publik untuk rezim Jokowi, dengan kebijakan utang untuk membangun infrastruktur nyatanya tidak membawa pertumbuhan ekonomi naik secara signifikan, hal tersebut bisa dikatakan kebijakan utang yang dibuat rezim Jokowi sia-sia,'' tutur Panji melalui siaran resminya kepada GoNews.co.

Panji menambahkan, dari utang yang dibuat oleh pemerintah Jokowi memang belum ada manfaatnya dan untuk saat ini hanya membebani APBN, karena negara harus membayar bunga utang setiap tahunnya ditengah anjloknya mata uang rupiah.

Hal tersebut jelas harus diperhatikan karena sudah banyak contoh negara-negara gagal atau bangkrut, akibat membangun infrastuktur dengan utang seperti Zimbabwe, Angola, Nigeria, Pakistan dan Sri Lanka, negara tersebut bangkrut dan mengganti mata uangnya menjadi Yuan seperti Zimbabwe yang tak sanggup membayar hutang kepada China, kemudian Sri Lanka yang menyerahkan pelabuhannya kepada China.

“Publik heran mengapa Jokowi lebih sering menanggapi kritikan-kritikan yang dianggap isapan jempol semata, akan tetapi persoalan fundamental seperti utang yang melonjak dan tidak berdampak pada pertumbuhan ekonomi, serta rendahnya penyerapan tenaga kerja tidak pernah disinggung oleh Jokowi diberbagai acara yang dihadiri. Justru masyarakat menginginkan Jokowi terbuka membedah untuk apa sebenenarnya utang luar negeri yang begitu besar ini, disaat hampir sebagian besar subsidi rakyat dicabut, terbukalah Pak Jokowi publik menantikan pemerintahan yang transparan mengenai kondisi bangsa sekarang ini, agar tidak menjadi bola panas yang dapat menimbulkan keresahan publik,'' tutup Panji. ***