JAKARTA - Anggota DPR RI asal Aceh Nasir Djamil mengatakan, berdasarkan data yang ia ketahui baik dari media massa maupun di media lainnya, pemebarantasan narkoba masih terkesan setengah-setengah.

Hal ini ia ungkapkan usai menjadi narasumber acara diskusi di Press Room Parlement, Rabu (20/3/2018).

Bahkan kata dia, ada indikasi beberapa oknum kepolisian justeru memanfaatkan peluang untuk mencari sumber uang dari beberapa kasus pemberantasan narkoba.

"Jadi apakah memang regulasinya memberi peluang sehingga kemudian hadirlah fakta itu di lapangan atau memang ada persoalan lain, ini masih tanda tanya," paparnya kepada GoNews.co.

"Pertanyaannya lainya adalah, apakah pemerintah sudah benar-benar melakukan evaluasi secara total terkait bagaimana cara mereka menangani narkoba, karena ini memang tugas negara sekaligus bagaimana pemerintah melindungi segenap warga negara seperti yang ada di pembukaan UUD," ujar Nasir.

Hadirnya BNN kata dia, seharusnya bisa memutus mata rantai perederan narkoba di Indonesia. "Dulu, Pak Buwas memang rada garang, beberapa kali seperti di Kepulauan Riau berhasil mengungkap adanya narkoba yang jumlahnya berton-ton," tukasnya.

Tapi saat ini tambah dia, apakah kemudian penguatan institusi dan penguatan regulasi itu dibutuhkan tidak? Untuk menghadapi perang terhadap narkoba.

"Institusi misalnya BNN, ini apakah sekarang juga efektif atau tidak, regulasinya sudah memberikan dukungan terkait dengan perang terhadap narkoba apa belum. Kalau ditanya mana yang lebih urgent, penguatan institusi atau penguatan regulasinya," tandasnya.

Jadi kata dia, penguatan regulasi harus segera dievaluasi oleh pemerintah dan DPR. Sehingga kata dia, negara bisa menyiapkan satu perangkat undang-undang yang bisa menyelamatkan bangsa ini terkait dengan berbagai persoalan peredaran gelap narkoba.

Politisi Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini juga menegaskan, pentingnya kesadaran secara penuh dan implementasi nyata.  "Kita sadar bahwa hari ini, ada sekian pengguna, kemudian lembaga pemasyarakatan juga sudah terjadi tempat yang aman bagi sindikat dan bandar narkoba untuk mengoperasionalkan bisnisnya," beber dia.

"Bahkan ketika saya menerima aduan masyarkat, tidak sedikit oknum petugas yang main salah tangkap, bahkan cenderung juga lebih. Walaupun ini juga tidak salah, kalau misalnya menangkap orang-orang yang populer, kemudian menjadi pemberitaan. Tapi kan banyak juga to, sindikat dan bandar besar yang jarang sekali di ekpos," beber Nasir.

 Nasir Djamil juga menyebutkan, pada pasal 111-112, sangat sulit bagi pengadilan membedakan mana pengguna, mana sindikat dan mana yang bandar. "Itu pasal keranjang namanya sebab semua disitu (memakai, memiliki, menyimpan) namanya pasal keranjang. Kalau direvisi maka ini harus dilepas satu-persatu, misanya bagaimana menggunakan, bagaimana menyimpan, bagaimana dia mengedarkan misalnya," ujarnya.

Nasir mengkategorikan, pengguna narkoba sebenarnya ada dua. Pertama ada yang menggunakan untuk diri sendiri dan ada juga menggunakan kemudian dia mengedarkan barang itu.

"Kalau artis-artis mungkin barangkali dia menggunakan untuk diri sendirilah supaya dia tenang, puas, enjoy supaya dia mantap menghadapi apapun yang ada didepannya, kalau ada pengguna berduit saya pikir dia ga akan mengedarkan, saya pikir seperti itu. Tetapi kalau pengguna itu adalah anak muda yang tak punya pekerjaan, awalnya mereka diberikan kemudian ketagihan dan kemudin disuruh untuk mengedarkan," paparnya.

"Kalau kita lihat undang-undang narkotika ini nanti lihatlah pendekatannya seperti apa, bagaimana pendekatan yang diberikan kepada pengguna atau pecandu,  itu penting juga supaya kemudian lapas atau rutan tidak penuh," tukasnya lagi.

Karena katanya lagi, saat ini hampir 70 atau 80 persen penghuni lapas tersangkut kasus narkoba. "Makanya harus ada cara pendekatan yang segera dievaluasi oleh pemerintah dan DPR terkait dengan bagaimana menghadapi para pecandu dan pengguna," ulasnya.

"Karena persoalan UU Narkotika sudah masuk prolegnas, kita akan dorong, tetapi jangan sampai kemudian tidak seperti yang kita harapkan, karenanya saya berharap agar Revisi ini tentu tidak semuanya juga, jangan sampai pasal sanksi menjadi pasal keranjang," timpalnya.

Kemudian institusi BNN sendiri yang selama ini hadir dengan kepres kata dia, BNN sulit melakukan koordinasi sebagaimana yang diamanatkan oleh Kepres tersebut kepada BNN,

"Kan selama ini BNN sulit melakukan koordinasi dengan kementerian terkait, dalam melakukan kegiatan atau melaksanakan tugasnya dalam memberantas narkoba," paparnya. ***