MEDAN - Perseteruan antara Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumut dengan Jopinus Ramli (JR) Saragih dari perspektif akademis disebutkan telah memasuki fase yang dikenal sebagai zero sum game.

Masing-masing harus membuktikan diri sebagai pihak yang benar. Jika KPU dinyatakan sebagai yang benar, maka JR adalah salah. Sebaliknya jika JR yang benar, KPU salah.

"Tidak ada lagi win win solution," kata pengamat politik dari FISIP USU Dadang Darmawan kepada Medanbisnisdaily.com, Minggu (18/3/2018).

Ujar Dadang yang merupakan pengajar di jurusan Administrasi Negara, KPU harus membuktikan kebijakan yang dibuat terkait JR sudah sesuai ketentuan UU. Sedangkan JR harus menunjukan bahwa tidak ada tindak pemalsuan legislasir ijazah sehingga dia semestinya ditetapkan sebagai calon Gubernur Sumut.

Dijelaskan mantan Ketua Badko Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Sumut tersebut, pasca penetapan JR menjadi tersangka pemalsuan tanda tangan legalisir ijazah oleh Penegak Hukum Terpadu pekan lalu (16/3/2018) posisinya dari perspektif publik menjadi kian lemah. Sebab sebelumnya tindakannya yang mengganti ijazah SMA dengan SKPI juga dipertanyakan. Akibat KPU kembali menetapkan dia bersama pasangannya Ance Selian kembali tidak memenuhi syarat (TMS) menjadi Cagub Sumut.

"Hal yang sebenarnya sederhana yakni melegalisir fotokopi ijazah sesuai keputusan Bawaslu jadi rumit akibat ijazah asli yang hilang dan diganti dengan SKPI. Ditambah kemudian ditetapkan jadi tersangka, posisi JR jadi lemah dibandingkan dengan KPU," papar Dadang.

Diperkirakannya bahwa JR tetap akan dinyatakan TMS oleh KPU. Di Pilgubsu 2018 hanya akan ada dua pasangan calon yakni Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah (Eramas) dan Djarot Saiful Hidayat-Sihar Sitorus (DJOSS). Keduanya akan bertarung secara habis-habisan untuk keluar sebagai pemenang.