JAKARTA - Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) bertekad membantu pemerintah dalam mewujudkan swasembada pangan. Sebab, untuk mewujudkannya, pemerintah tidak dapat melakukannya sendiri, namun butuh bantuan berupa partisipasi aktif semua elemen dalam masyarakat.

Ketua Umum HKTI Jenderal TNI (Purn) Moeldoko mengatakan, program pemerintah tidak sepenuhnya dapat berjalan dengan mulus dan masih harus menghadapi beberapa kendala yang bersifat klasik.

Misalnya, masih terjadi ketimpangan pusat produksi pertanian sangat besar. Hampir 40% dari luas persawahan yang ada sebesar 8,1 juta hektare terkonsentrasi di Pulau Jawa.

"Padahal luas Jawa hanya 7% dari luas daratan Indonesia sebesar 181 juta hektare. Ironisnya lagi, 60% penduduk Indonesia yang berjumlah 265 juta jiwa bermukim di pulau Jawa. Akibatnya, lahan sawah di pulau Jawa setiap tahun semakin menyusut dan hilang sekitar 100 ribu hektare, karena beralihnya fungsi persawahan untuk pemukiman atau industri," kata Moeldoko, Senin (19/3).

Kondisi tersebut, kata Moeldoko, mengakibatkan upaya untuk mewujudkan swasembada dan ketahanan pangan nasional menjadi semakin sulit diwujudkan.

"Mengatasi kendala tersebut, perlu dikembangkan program ekstensifikasi lahan pertanian, terutama di luar Jawa," jelas Moeldoko.

Kendala lain adalah kerusakan lahan akibat eksploitasi penggunaan pupuk kimia dan pestisida, serta sedikitnya pamanfaatan teknologi dan inovasi pertanian. Selain itu, faktor cuaca dan iklim yang tak menentu juga kerap menjadi kendala.

"Namun persoalan terbesar dari masalah pertanian di negara-negara Asia, termasuk Indonesia, adalah benjangkitnya hama dan penyakit tanaman serta gagal panen, yang dapat mencakup sekitar seperempat dari hasil panen saat ini," ungkap mantan Panglima TNI ini.

Dalam hal ini, HKTI secara sadar dan terencana telah melaksanakan dukungan pada hal tersebut. HKTI sebagai bagian dari elemen bangsa yang bergerak dalam bidang pertanian juga selalu mengusung ambisi besar mewujudkan kedaulatan pangan Indonesia.

Dalam mendukung program ketahanan dan kedaulatan pangan nasional HKTI telah melakukan beberapa langkah strategis. Salah satunya menyelaraskan budaya dan teknologi yang tidak sinkron selama ini.

"Dengan teknologi dan kultur bertani yang berkembang, mestinya petani akan maju dan sejahtera. Oleh karena itu teknologi harus bisa dihubungkan dengan kultur masyarakat, agar pertanian kita tidak stagnan atau mati," jelasnya.

Maka HKTI pun langsung melakukan sejumlah pengembangan teknologi seperti menciptakan kemandirian dengan melakukan pembibitan atau benih padi varietas unggul M400 dan M70D. Kedua varieatas benih itu juga tahan terhadap hama dan penyakit. HKTI juga telah memproduksi pupuk organik berkualitas baik.

"Beberapa petani yang menggunakan kedua benih padi varietas unggul dan pupuk organik tersebut, di berbagai daerah menunjukkan hasil positif, yaitu dari satu hektar menghasilkan padi 9-10 ton. Padahal sebelumnya petani hanya bisa panen 5-7 ton saja per hektarnya," kata Moeldoko.

Teknologi lain yang sedang dalam proses pengembangan HKTI adalah drone pertanian. Drone yang nanti akan diperkenalkan kepada khalayak itu dapat digunakan multi fungsi yaitu untuk pemupukan, penyemprotn pestisida, pemotretan, dan lain-lain.

Untuk masalah hama, HKTI juga memiliki pasukan anti hama untuk membasmi 21 jenis hama sebagai musuh utama pertanian. Tim ini akan siap selalu membantu para petani yang lahannya diserang hama. Tim yang dinamakan Brigade Anti Hama itu berisi orang-orang yang memiliki kompetensi tentang tumbuh dan mutasinya beragam hama yang saat ini meresahkan petani.

"Ini harus disikapi betul-betul, karena jika tidak petani yang sudah menanam selama tiga bulan akan rusak oleh hama. Teknologinya juga akan terus dikembangkan," pungkas Moeldoko.***