Medan - Menyambut hari Raya Nyepi tahun Baru Saka 1940, umat Hindu yang ada di Kota Medan menggelar ritual upacara keagamaan di Pura Agung Raksa Buana, Jalan Polonia Medan.

Warga Hindu yang berasal dari berbagai daerah di Medan sejak siang hari berbondong-bondong mendatangi pura. Selain itu, lantunan iringan musik khas Bali terdengar merdu, sehingga membuat suasana ibadah sembahyang penyambutan nyepi terasa begitu kyusuk.

Ketua Masyarakat Hindu Dhirgayusa Medan, Wayan Dhirgayasa menuturkan, dalam upacara penyambutan nyepi di Pura Agung Raksa Buana Polonia ini dimulai dengan upacara melasti, yakni upacara pembersihan alam.

Lalu dilanjutkan dengan upacara mecaro pada sore hari berupa pengorban suci terhadap alam semesta untuk kebersihan alam. Kemudian sembahyang tilem, dan sebagai penutup dilakukan sembahyang saraswati.

"Setelah itu, dimulai pada pukul 12 malam baru dilakukan nyepi selama 24 jam. Disitu kita melakukan catur brato penyepian yang jumlahnya 4, yakni tidak boleh membunyikan bunyi-bunyian yang sifatnya hiburan, tidak boleh bepergian, tidak boleh bekerja, serta tidak boleh menyalakan api baik listrik dan lampu sehingga sunyi senyap," ungkapnya.

Wayan menjelaskan, perayaan nyepi di Medan memang dirasa sangat berbeda dengan perayaan yang ada di Bali atau di daerah yang terdapat banyak masyarakatnya memeluk agama Hindu. Sebab Medan sebut dia, merupakan daerah yang heterogen, sehingga perayaan nyepi akan lebih dirasakan sebagai personal bukannya komunal.

Meskipun begith lanjut Wayan, Hindu itu menganut konsep deso kolo patro. Artinya kata dia, tempat dimana nyepi itu dilaksanakan akan sesuai waktu dan kondisi yang ada.

"Memang pada prinsipnya nyepi itu pribadi, tapi kalau di bali bisa dilakukan secara kole