MESKI awalnya tidak ingin mengambil jalan hukum terkait hutangnya di PSSI, La Nyalla Mattalitti (LNM), mantan Ketua Umum PSSI yang dikudeta, akhirnya melontarkan somasi. Hal ini akibat organisasi yang sempat dihidupi LNM saat mengalami kesulitan keuangan, mengabaikan kewajibannya.

Beberapa waktu lalu, LNM sempat menanyakan masalahnya kepada pihak PSSI. Namun, bukannya melakukan pendekatan secara personal, pihak PSSI melalui sekjennya Tisha, justru mengumbar pernyataan yang kurang pas. Satu di antaranya ia mengatakan telah mengirimkan surat kepada LNM. Bahkan isinya disebutkan terkait skema pembayaran.

Pernyataan sekjen langsung dibantah Aristo, kuasa hukum LNM. "Kami tidak pernah menerima surat apa pun," tegas Aristo yang juga mantan orang hukum di PSSI saat LNM menjadi ketumnya.

Tidak hanya itu, Edy Rahmayadi Ketua Umum PSSI yang belum mau mundur dari jabatannya meski saat ini sedang maju di Pilgub Sumut, justru seperti lepas tangan: "Lho, kok nagihnya ke saya?" tukasnya setengah bertanya.

Padahal saat bertemu dengan LNM sebelum dirinya maju, Edy sudah diberi tahu perihal hutang PSSI dan info yang diperoleh, sang bakal calon kala itu mengatakan siap untuk menyelesaikannya.

Kemarin sore

Senin (5/3) akhirnya batas bagi LNM datang. Tak heran akhirnya Aristo selaku kuasa hukum melontarkan somasi terkait hal itu. Langkah ini seperti diutarakan LNM kepada saya berulang kali bukanlah jalan yang diinginkan.

"Tapi, mereka (pengurus PSSI), seperti yang justru memilihnya," ujar LNM.

Ya, tidak ada yang keliru dari langkah LNM untuk mengambil jalur hukum. PSSI sendiri tampaknya memang sangat abai atau malah terkesan (belum tentu bebar) mengabaikan saja. Seharusnya sejak beberapa waktu lalu PSSI hendaknya mengirim seorang peloby kepada LNM agar jalur ini tidak dilakukan.

Sayang, organisasi sebesar PSSI tidak lagi memiliki peloby ulung seperti Daly Taher atau Sunaryoto. Akibatnya apa saja selalu dilihat secara hitam-putih. Sekjen yang seharusnya menjadi motor penggerak utama saja dipilih, Tisha -maaf- anak kemarin sore. Tisha sama sekali tidak paham tentang orang-orang sepakbola tanah air. Bahkan, tak banyak yang mengenalnya hingga hari ini.

Padahal, posisi sekjen PSSI adalah posisi kunci. Dan sepanjang sejarah, PSSI selalu memiliki sekjen yang mumpuni. Tokoh senior bukan hanya di kalangan sepakbola tapi juga di kalangan dunia olahraga. Sebut saja Seitiono J Alis, Suparjo Pontjowinoto, Nugraha Besoes, dan Soemaryoto keempatnya adalah sekjen yang berkelas. Di bawahnya ada Tri Gustoro dan Azwan Karim.

Tak heran, PSSI saat itu menjadi organisasi yang dipandang di dalam maupun di luar negeri. Ketokohan para sekjennya, utamanya keempat tokoh senior itu membuat PSSI tak mudah diacak-acak oleh pihak mana pun.

Sekarang? Apalagi sejak sang ketum telah berada di luar lingkar kekuasaan, maka PSSI posisinya tak lagi, maaf, terpandang. PSSI saat ini tak ubahnya dengan cabor-cabor lainnya. Dan saat ini PSSI memasuki fase paling, sekali lagi maaf, tidak cemerlang.

Jika tidak segera diubah, maka bukan tidak mungkin orang akan kehilangan kepercayaannya. Jika sampai itu terjadi, maka PSSI akan tenggelam. Padahal saat ini, animo penggila sepakbola sudah sangat tinggi.

Tisha tentu tidak salah. Sebagai orang yang menyukai dan berada di dalam lingkaran sepakbola (meski belum lama), begitu ada kesempatan, ia sama dengan yang lain, ikut mendaftar. Kekeliruan terjadi ketika ia terpilih sebagai sekjen dengan embel-embel sebagai yang terbaik di antara para pendaftar. Apalagi, kabarnya ada 'intervensi' pihak tertentu untuk memilihnya, maka jadilah hal seperti ini.

Dan LNM juga pasti tidak salah karena telah memberi kesempatan yang seluas-luasnya pada organisasi yang sempat ia tolong itu. Bahkan langkah yang ia tempuh pun bukan karena dikudeta pada dirinya saat menjadi ketum, tapi semata-mata karena PSSI yang mengabaikan kebaikannya.

Semoga selalu ada jalan keluar... M Nigara, Wartawan Senior Olahraga Nasional