SELAMA tiga hari kerja, Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) sebagai lembaga independen yang memberikan pembelaan dan perlindungan anak di Indonesia melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Toba Samosir (Tobasa). Sebagai wilayah religius dan menjunjung tinggi nilai adat (dalihan natolu), saat ini Tobasa memegang predikat sebagai kampung darurat kekerasan seksual terhadap anak dan krisis moralitas.

"Sesungguhnya Tobasa tidaklah pantas mempunyai predikat krisis moralitas dan darurat kekerasan seksual terhadap anak, nanum ini kenyataannya dan tidak bisa terbantahkan," sebut Ketua Komnas PA, Arist Merdeka Sirait, Selasa (20/2/2018).

Menurut laporan Polres Tobasa, sepanjang Januari 2018 telah ditemukan fakta ada 6 kasus kekerasan seksual dalam bentuk hubungan seksual sedarah (incest) yang dilakukan oleh orang terdekat korban.

"Angka ini dikhawatirkan akan terus meningkat jika dibanding dengan 29 kasus kekerasan seksual terhadap anak yang terjadi sepanjang tahun 2017," bebernya.

Kasus kejahatan seksual teranyar yang dilakukan oleh ayah kandung dan panan korban di salah satu desa di Kecamatan Silaen, Tobasa sangat mencoreng nilai-nilai agama dan adat di tanah batak. Tim Kunker Komnas Perlindungan Anak yang dipimpin Arist Merdeka Sirait berkesempatan berkunjung ke desa Silaen untuk bertemu dengan korban, Putri (14) bukanlah nama sebenarnya dan ibu kandungnya.

Korban menceritakan pengalaman pahitnya itu, bahwa sejak korban usia 12 tahun telah diperlakukan salah secara seksual dengan penuh ancaman oleh ayah kandung dan paman kandung korban secara berulang-ulang selama dua tahun hingga korban saat ini mengandung 4 bulan.

"Korban bercerita, setiap kali ayah dan paman korban melakukan kejahatan seksual kepada dirinya, diawali dengan menenggak minuman keras tradisional "Tuak" lebih dahulu dari warung tuak langganan ayah korban," ungkapnya.

Kejahatan seksual ini selalu dilakukan ayah dan pamannya pada saat ibunya dan adik-adiknya terlelap tidur pada malam hari. Bahkan pamannya pernah masuk ke kamarnya dengan cara memanjat melalui internit untuk memaksa korban melayani kebejatan pamannya.

Peristiwa yang sama dan memilukan juga dialami dua anak remaja kakak beradik siswi SMP di Balige, Tobasa masing masing-masing Bunga (13) dan Melati (14), keduanya bukan nama sebenarnya mengalami kejahatan seksual berulang-ulang dalam bentuk incest yang dilakukan kedua orangtua kandungnya sendiri dengan penuh ancaman untuk tidak disekolahkan jika tidak mau melayani perilaku bejata ayah kandungnya.

Nasib malang bagi Bunga (13) saat korban melaporkan peristiwa kejahatan seksual yang dilakukan ayahnya ini kepada guru agamanya dengan harapan mendapat perlindungan, namun guru agamanya justru memanfaatkan situasi buruk itu untuk melakukan kejahatan seksual terhadap korban dengan penuh ancaman.

"Bahkan oleh kepala sekolah kedua korban dikeluarkan dari sekolah dengan cara memberhentikannya," sesalnya.

Untuk memastikan kebenaran atas peristiwa ini, dalam kunjungan kerja Komnas Perlindungan anak ke Polres Tobasa bersama Bupati Tobasa, Darwin Siagian beserta jajarannya berkesempatan bertemu dan berdialog dengan ayah dan paman korban.

Dihadapan Wakapolres Tobasa dan Kasat Reskrim dan para penyidik dari Unit PPA Polres Tobasa diperoleh pengakuan dan kronologis peristiwa kejahatan seksual yang mengejut dan biadab yang dilakukan pelaku JS (38) ayah kandung korban dan N (32) selaku paman korban.