MEDAN - Penyidik Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) kembali menjadi sorotan tajam. Kejatisu dinilai tak profesional dalam menangani kasus korupsi yang kerap melakukan tarik ulur dalam penetapan tersangka. "Kita sudah sering melihat penyidik Kejatisu ini bekerja tidak profesional jika menyangkut pejabat yang tersandung dalam pusaran korupsi," ucap Pengamat Hukum Kota Medan Nuriono, Senin (19/2/2018).

Dalam menangani kasus, seharusnya penyidik tidak boleh ada diskriminasi. Karena semua sama di mata hukum. Apalagi penyidik tidak melakukan penahanan terhadap tersangka yang resmi bersalah dan dibiarkan menjadi tahanan kota.

"Kalau ini sama saja tersangka itu tidak masuk ke dalam sel. Karena jika sudah tahanan kota ataupun tidak di tahan maka sidang prosesnya panjang. Otomatis masa penahanan tersangka akan dihitung dari penetapan tersangka," tegasnya.

Disinggung jika penyidik Kejatisu ada beberapa kali kerap melakukan tarik ulur dalam penetapan tersangka. Bahkan penyidik memberikan keistimewaan terhadap tersangka dengan tidak melakukan penahanan dengan berbagai alasan.

"Disitu terlihat tidak profesionalnya penyidik Kejatisu. Seharusnya jika sudah ditetapkan tersangka maka penyidik sudah punya bukti kuat. Jadi, jangan ditarik kembali. Penyidik pasti tahu hukum. Jangan asal cakap saja,"ujarnya.

Diketahui, penyidik Kejatisu pernah membeberkan penyidik sudah menetapkan Amran Utheh sebagai tersangka. Namun beberapa hari kemudian penyidik mengklaim bahwa Amran Utheh masih diperiksa dengan kapasitas sebagai saksi.

Sedangkan dalam kasus Rigit Beton Sibolga, Penyidik Kejatisu terlihat nyeleneh dalam pemaggilan untuk mencari keterlibatan orang nomor satu di Kota Sibolga Syarfi Hutauruk.

Penyidik sudah dua kali melayangkan pemanggilan namun Syarfi tak pernah hadir. Namun pemanggilan ketiga penyidik ogah melayangkan surat resmi. Hanya menunggu etikad baik Syarfi Hutauruk.