MEDAN - Penutupan usaha kerambah jaring apung (KJA) milik PT Aquafarm Nusantara (PTAN) di perairan Danau Toba yang berada di Desa Panahatan, Sibaganding, Kabupaten Simalungun dicurigai hanya siasat perusahaan asal Swiss itu untuk mengelabui asesor dari UNESCO yang akan datang ke kawasan Danau Toba (KDT) untuk menilai kelayakan Kaldera Geopark Toba sebagai taman bumi dunia. Karenanya, harus dipastikan apakah KJA itu benar-benar ditutup atau hanya digeser.

"Kalau hanya digeser itu bukan menyelesaikan persoalan. Apakah ini hanya sekadar persiapan datangnya assesor UNESCO untuk menilai GKT, terutama geosite Sibaganding? Karena hal itu juga pernah terjadi saat Pesta Danau Toba tahun 2008. Presiden SBY datang membuka acara di Parapat. Kerambah pun hilang sesaat," ujar pemerhati KDT dari lembaga Jendela Toba, Jhon Robert Simanjuntak.

Ditambahkannya, selama ini Regal Springs yang memasarkan fillet nila di Eropa sesuai standar mutu air, untuk ternak ikan tilapia, supaya laku di pasar, telah membuat lingkungan air Danau Toba tercemar. "Mereka makan fillet nila di Eropa, kita di sekitar Danau Toba makan kotorannya," ujarnya.

Menurutnya, solusi yang terbaik adalah masyarakat diajak, dibina, dibekali, untuk ekonomi pariwisata. Jadikan Panahatan menjadi desa wisata, untuk mendukung geosite Sibaganding.

"Kami dari Jendela Toba meminta dan mengharapkan BP GKT (Badan Pelaksana Geopark Kaldera Toba-red) bersama kami dan masyarakat Desa Panahatan agar menjadikan desa wisata geopark," jelasnya.

Humas BP GKT, Karmel Sianturi ragu dengan penutupan KJA itu. "Ditutup atau digeser? Soalnya berkembang isu bahwa KJA itu digeser ke wilayah Samosir," katanya.

Sebelumnya, Humas PTAN, Afrizal kepada media menjelaskan bahwa pihaknya telah menutup KJA yang ada di Desa Panahatan, Sibaganding, Kabupaten Simalungun. Penutupan itu dilakukan sebagai bentuk dukungan perusahaan terhadap Geopark Kaldera Toba menjaid taman bumi dunia jaringan UNESCO.