MEDAN - Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) Cabang Nias menggagas panduan anggaran responsif hak anak untuk pendamping desa melalui Focus Group Discussion (FGD) yang melibatkan sejumlah stakeholder pemerintah dan non pemerintah di aula P2TP2A Gunungsitoli.

Direktur Eksekutif PKPA, Keumala Dewi, yang turut hadir dalam kesempatan itu menjelaskan, anggaran responsif hak anak (ARHA) merupakan anggaran yang memperhatikan kepentingan terbaik anak baik dalam perencanaan maupun pelaksanaannya.

Dijelaskannya, pemerintah mulai dari tingkat desa sampai provinsi harus memastikan bahwa dalam proses penganggaran selalu menggunakan azas partisipatif masyarakat dan anak, sehingga dalam setiap program kegiatan pemerintah dapat menjawab kebutuhan anak.

“Apalagi jika merujuk Undang-undang Nomor 6 tahun 2014 tantang Desa, maka Pemerintah Desa dimandatkan untuk menyusun rencana kerja pembangunan desa untuk meningkatkan kualitas hidup dan kehidupan untuk menyejahterakan masyarakat sebesar-besarnya tanpa terkecuali anak-anak,” jelasnya.

Manager PKPA Nias, Chairidani Purnamawati menjelaskan, 48 persen penduduk Gunungsitoli berusia 19 tahun ke bawah. Namun jika melihat APBD Gunungsitoli tahun 2018 sebesar Rp 452 miliar lebih, yang dialokasikan untuk anak sekitar Rp 3,3 miliar lebih yang diserap dari beberapa dinas.

“Hitungan kami masih 0,74 persen dari total anggaran untuk anak. Jumlah ini masih kecil, sehingga Pemerintah Desa dapat menganggarkan kegiatan pemenuhan hak dan perlindungan anak yang tidak ditampung dalam APBD,” harapnya.

Sekretaris Dinas PMDK Gununungsitoli, Bazatulo Hulu menjelaskan, proses penganggaran tersebut harus dari musyawarah pemerintah desa bersama Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM), Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD).

“Maka tugas kita untuk meyakinkan pemerintah desa akan pentingnya anggaran yang bermuara pada pemenuhan hak anak dan perlindungan anak. Di sinilah pendamping desa bertugas memberikan pemahaman bagi desa bagaimana melaksanakan kegiatan sesuai dengan aturan yang ada,” terangnya.

Koordinator Tenaga Ahli P3MD Gunungsitoli, Yusran Azhar menyatakan, terdapat bidang sosial dasar yang bersikap promosi dan pelatihan hak anak. “Hal tersebut telah masuk prioritas, tapi belum ada yang mengusulkan dari desa. Ini disebabkan karena desa lebih fokus ke infrastruktur,” ujarnya.

Dalam kesempatan itu, peserta diskusi berasal dari berbagai stakeholder seperti Dinas Pengendalian Penduduk, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP5A), BAPPEDA, Dinas Sosial, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa/Keluarahan (DPMDK), Tenaga Ahli P3MD, Komunitas Ya’ahowu, dan Forum Anak Kota Gunungsitoli.

Diskusi tersebut menyepakati buku panduan ARHA bagi pendamping desa akan berisi definisi anak dan hak-hak anak, regulasi tentang desa, pengelolaan anggaran di desa, pendamping desa dan pendamping lokal desa, partisipasi anak & Forum Desa, penyusunan anggaran dana desa responsif anak, serta pemantauan dan pengawasan pelaksanaan dana desa responsif anak.