MEDAN - Ketua DPRD Sumut H Wagirin Arman, mengigatkan Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP) KPU (Komisi Pemilihan Umum) Sumatera Utara (Sumut) dan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) untuk bergerak cepat menuntaskan masalah 1,2 juta rakyat pemilih di Sumut yang belum terekam elektronik Kartu Tanda Penduduk (e-KTP).

“Pencocokan dan penelitian data pemilih yang jumlahnya mencapai 1,2 juta yang belum terekam e-KTP ini sangat mendesak dituntaskan, sebab masalah ini merupakan salah satu titik kerawanan dalam pelaksanaan Pilgubsu. Bisa menimbulkan reaksi protes dari masyarakat, karena tidak bisa menggunakan hak pilihnya,” ujar Wagirin Arman.

Menurut Politisi Senior Partai Golkar ini, jika memang KPU Sumut dan Disdukcapil tidak dapat melakukan pencocokan dan penelitian e-KTP secara cepat dan akurat hingga batas waktu hari pemilihan, maka lebih baik dilahirkan suatu kebijakan baru dengan memperbolehkan masyarakat memilih dengan membawa KTP.

"Tidak boleh ada rakyat tidak bisa memilih atau menggunakan hak pilihnya pada Pilgubsu dan Pilkada. Karena pemerintah jauh hari sebelumnya telah memiliki struktur yang cukup baik dan lengkap dari pusat hingga pelosok desa, untuk mendata masyarakat agar bisa menggunakan hak pilihnya," kata Wagirin Arman.

Ditambahkan Wagirin, jika Disdukcapil dan KPU sungguh-sungguh bekerja di lapangan mendata dan mengurus identitas kependudukan hingga batas waktu pelaksanaan pesta demokrasi nanti, diyakini tidak akan ada lagi warga yang tidak terekam e-KTP.

"KPU dan Disdukcapil dalam menjalankan tugasnya, jangan lagi menunggu rakyat mendatanginya dan melaporkannya agar direkam e-KTP. Tapi harus bergerak menjemput bola dor to dor ke masyarakat," ujarnya.

Pengamat Politik Sumut, Sohibul Shohibul Anshor, menyatakan, tidak ada alasan penyelenggaraan untuk pesta politik Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dan Pemilihan Gubernur Sumatera Utara (Pilgubsu) tahun 2018 tidak baik kelas dengan berbagai kendala. Artinya, selain sudah dianggarkan sebesar Rp 1,2 Trilun, urusan hak masyarakat untuk memilih juga sudah harus terpenuhi seperti kepemilikan e-KTP.

"Sebetulnya urusan lain di sektor lain dan mestinya negara sudah menyelesaikannya jauh hari sebelumnya. Memang secara nasional ini adalah sebuah kerawanan yang sangat serius bukan hanya untuk suksesi. Bayangkan warga untuk suatu negara (Indonesia) tak begitu jelas kedudukannya dan kini rawan dimanipulasi," jelasnya.