JIKA MAULa Nyalla Mattalitti, mantan Ketua Umum PSSI yang dikudeta tahun 2016 lalu, bisa saja mempailitkan PSSI. Hal ini terkait dengan hutang organisasi srpakbola tanah air pada mantan ketumnya itu.

Meski demikian, LNM, sapaan akrab Nyalla, saya yakin tidak akan mengambil langkah itu. Meski secara emosional, LNM sangat pantas melakukannya. Ya, LNM yang saat terpilih sebagai ketum PSSI di Surabaya 2015, didukung oleh para pendukung fanatiknya. Waktu itu, LNM menyingkirkan kandidat yang 'didukung' kekuasaan serta partai yang berkuasa pula.

Namun baru sekitar enam bulan kepemimpinan LNM, lebih dari separuh pendukung setianya melakukan pengkhianatan. Mereka berselingkuh dengan kekuasaan melalui tangan-tangan orang yang tak bertanggung jawab.

Bahkan secara provokatif, mereka pertontonkan keterlibatan kekuasaan. Pernyataan-pernyataan yang mereka keluarkan untuk menyerang LNM begitu rupa. Padahal enam bulan lalu merekalah yang memanasi mesin LNM untuk menjadi ketum PSSI.

Mereka juga yang meyakinkan bahwa Syarif Bastaman wakil yang didukung oleh Asprov Jabar merupakan tokoh yang didaulat kekuasaan. Mereka meyakinkan LNM jika ketum PSSI dipimpin oleh orangnya penguasa, maka FIFA tidak akan memberikan toleransi.

Tapi, begitu LNM terpilih, lalu penguasa melalui kemenpora tidak mengakuinya. Lebih dari separuh pendulungnya justru berkhianat. Mereka ramai-ramai merapatkan barisan ke Edy Rahmayadi, pangkostrad yang secara kasat mata dilegitimasi oleh kekuasaan.

Pelajaran

Seperti kita ketahui, PSSI memasuki masa kelam saat dipimpin oleh Djohar Arifin Husen. Bukan hanya organisasinya (ada dua liga), keuangan PSSI pun amburadul.

Maklum, Djohar saat memenangkan pertarungan di_backup_ keuangannya oleh seorang pengusaha besar nasional, tapi hanya berjalan setahun. Kondisi sang penopang juga goyang usahanya.

PSSI saat itu terpaksa harus bermain 'sulap'. Apalagi kemudian LNM yang selama ini ikut menopangnya melihat kondisi yang sebenarnya justru ada di seberang mereka. Pertikaian makin keras hingga akhirnya terjadi perdamaian.

Sejak itulah LNM memberikan pinjaman pada organisasi sepakbola nasional kita. Sebagai wakil ketua umum dan kemudian ketua umum, LNM tak segan menalangi seluruh kebutuhan PSSI.

Dana talangan itu sempat melambung sangat tinggi. Awalnya LNM juga benar-bebar melonggarkan PSSI untuk membayarnya, tapi ketika pengkhianatan terhadap dirinya terjadi, LNM terpaksa mengambil garis dan terpaksa menagih uangnya yang menjadi hutang PSSI.

Menpora, Imam Nahrawi yang pernah 'ikut' menjatuhkan LNM dari PSSI, justru ikut membantunya. Sang menteri meminta PSSI segera melunasi hutangnya. Ironisnya, PSSI sudah menjajikan untuk melunasi, tapi hingga hari ini hutang itu tetap menganga.

"Kalau saja ada kreditur lain yang bersetuju dengan LNM untuk mempailitkan PSSI, maka bukan tidak mungkin PSSI pailit!" begitu kata Alfred Simanjuntak SH, mantan anggota komisi disiplin dan komisi banding PSSI.

Tapi, baik saya maupun Alfred sama-sama yakin bahwa LNM tidak akan melakukan itu. Meski demikian, rasanya harus ada pelajaran berharga untuk mereka yang suka sekali berkhianat. Apa bentuk pelajarannya, tentu kita serahkan saja pada LNM.

Yang pasti, saat ini PSSI bukan lagi anak emas seperti saat mereka berkhianat dengan LNM. PSSI saat ini sama dengan cabor-cabor lainnya. PSSI tidak akan mungkin diundang lagi ke istana untuk sesuatu yang tidak perlu.

Bahkan PSSI saat ini memasuki babak baru di mana kantornya di perumahan. Tak ada lagi orang kuat yang bisa membawa para pengurus PSSI menjdi orang-orang terpandang. Sejak era 1950an inilah pertama kali PSSI berada jauh dari lingkungan stadion. Di era Maladi, PSSI berkantor di stadion Ikada dan sejak 1962-2016 PSSI menempati kantor di stadion utama.

Mudah-mudahan ada pelajaran yang bisa dipetik... amin. M Nigara, Wartawan Senior Olahraga.